Sabtu, 26 Oktober 2024

Syekh Ahmad At-Tijani: Pendiri Tarekat yang Mendapat Ijazah dari Rasulullah

Ilustrasi Syekh Ahmad At-Tijani

PPRU 1
| Tarekat Tijaniyyah merupakan salah satu tarekat mu‘tabarah yang memiliki banyak pengikut di Indonesia. Salah satu hal yang menarik perhatian adalah pendirinya, Syekh Ahmad At-Tijani, yang diyakini mendapatkan ijazah langsung dari Rasulullah SAW. Meskipun ada pro-kontra terkait hal ini, tarekat ini tetap menjadi bagian penting dalam perjalanan spiritual banyak Muslim di Indonesia dan dunia. Artikel ini akan membahas lebih dalam tentang biografi Syekh Ahmad At-Tijani, perjalanannya dalam memperoleh ijazah dari Rasulullah, serta kontribusinya dalam dunia tasawuf.

Biografi Syekh Ahmad At-Tijani

Syekh Ahmad At-Tijani lahir di Ain Madhi, Aljazair pada tahun 1737 M atau 1150 H. Beliau adalah keturunan langsung dari Rasulullah melalui jalur Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra, yang memberikan silsilah agung kepada beliau. Keluarga Syekh Ahmad At-Tijani dikenal sebagai keluarga agamawan, yang berperan besar dalam membentuk karakternya sebagai seorang ulama besar.

Sejak kecil, Syekh Ahmad At-Tijani menunjukkan kecerdasan luar biasa. Pada usia 7 tahun, beliau sudah hafal Al-Qur’an di bawah bimbingan Syekh Muhammad Hamawi. Keistimewaan spiritualnya terus tumbuh, terutama setelah beliau mendalami berbagai ilmu agama seperti Hadits, Tafsir, Fiqih, dan Tasawuf.

Perjalanan Spiritual dan Pertemuan dengan Rasulullah

Syekh Ahmad At-Tijani menjalani perjalanan panjang dalam mencari ilmu. Beliau pernah berguru kepada banyak ulama besar, termasuk Syekh Abil Abbas Ahmad At-Thawasy dan Syekh Mahmud Al-Kurdy. Salah satu momen penting dalam hidupnya adalah ketika beliau menjalankan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah di Madinah. Dalam perjalanan spiritualnya, Syekh Ahmad At-Tijani mengalami futuh (pembukaan spiritual), yang membuatnya memiliki tingkat spiritualitas yang luar biasa.

Salah satu peristiwa yang paling kontroversial namun diakui oleh para pengikutnya adalah pertemuan langsung Syekh Ahmad At-Tijani dengan Rasulullah. Pada kesempatan ini, Rasulullah memberikan ijazah wirid dan memerintahkan beliau untuk menyebarkan amalan tarekat kepada para pengikutnya. Di antara amalan yang diberikan adalahbacaan istighfar dan shalawat yang menjadi ciri khas dari Tarekat Tijaniyyah.

Kontroversi dan Gelar Khâtimul Auliya

Salah satu gelar yang diberikan kepada Syekh Ahmad At-Tijani adalah Khâtimul Auliya atau penutup para wali. Gelar ini sempat memicu kontroversi karena dikhawatirkan akan mengesankan bahwa setelah beliau, tidak ada lagi wali Allah. Namun, menurut para ahli tarekat, seperti yang dijelaskan dalam disertasi Saepudin (2018), makna gelar tersebut bukan berarti tidak ada lagi wali, melainkan tidak ada wali yang mencapai maqam spiritual setinggi beliau setelah masa sahabat Nabi. 

Gelar Khâtimul Auliya menjelaskan bahwa Syekh Ahmad At-Tijani memiliki maqam yang sejajar dengan para sahabat Nabi, karena ajaran-ajarannya diawasi langsung oleh Rasulullah.

Hikmah dan Pengaruh Tarekat Tijaniyyah

Tarekat Tijaniyyah yang didirikan oleh Syekh Ahmad At-Tijani telah menyebar luas dan memengaruhi banyak orang, termasuk para pengikut di Indonesia. Tarekat ini menekankan pengamalan zikir, shalawat, dan istighfar sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Kitab Faidhur Rabbânî karya Syekh Muhammad Yusuf, ulama Tijaniyyah asal Surabaya, menjadi salah satu rujukan utama dalam mempelajari tarekat ini.

Meskipun Tarekat Tijaniyyah pernah menghadapi pro-kontra, keberadaannya tetap diakui sebagai salah satu tarekat besar yang mendukung perdamaian, kesederhanaan, dan kedekatan dengan Allah SWT.

Kamis, 17 Oktober 2024

Kisah Inspiratif Syiblul Madari: Ahli Ibadah dan Daging yang Dicuri Burung

Ilustrasi Burung Pencuri Daging Syiblul Madari

PPRU 1
| Ketika kita berbicara tentang kisah inspiratif dari sosok-sosok ahli ibadah dalam Islam, banyak pelajaran hidup yang bisa kita ambil. Salah satu kisah yang sangat menarik adalah tentang Syiblul Madari, seorang ahli ibadah yang dikenal atas kesalehan dan kedekatannya kepada Allah. Kisah ini menceritakan tentang bagaimana daging yang dibeli oleh Syibl dicuri oleh seekor burung, dan bagaimana ia meresponnya dengan luar biasa penuh kesabaran dan rasa syukur.

Siapa Syiblul Madari? Ahli Ibadah yang Rendah Hati

Syiblul Madari adalah salah satu sosok yang termasuk dalam golongan an-Nussâk wal-‘ubbâd (orang-orang saleh dan ahli ibadah) yang namanya disebut dalam kitab Hilyatul Auliyâ’ karya Imam Abu Na’im al-Asfahani. Syibl dikenal sebagai ahli ibadah yang sangat bersahaja dan memiliki sikap yang patut dicontoh. Walau kehidupan sehari-harinya penuh dengan amalan dan ibadah, Syibl juga tetap menjalani kehidupan seperti manusia biasa, termasuk dalam keinginannya menikmati makanan sederhana seperti daging.

Kisah Daging yang Dicuri Burung: Cobaan yang Mengajarkan Kesabaran

Suatu hari, Syibl membeli daging dan hendak membawanya pulang. Namun, dalam perjalanan pulang, tiba-tiba seekor burung datang dan mencuri daging tersebut. Tentu saja, insiden ini mengejutkan Syibl. Namun, ia tidak marah atau mengutuk burung itu. Sebaliknya, Syibl memutuskan untuk kembali ke masjid dan berpuasa sebagai bentuk ibadah. Inilah salah satu pelajaran dari kisah Syiblul Madari yang bisa menjadi inspirasi bagi kita semua tentang kesabaran dan penerimaan dalam menghadapi musibah.

Keajaiban di Balik Musibah: Daging Kembali di Hadapan Keluarga

Di tempat lain, burung yang mencuri daging milik Syibl ternyata terlibat perkelahian dengan burung lain, yang menyebabkan daging itu terlepas dan jatuh tepat di depan rumah Syibl. Istrinya, yang tidak tahu asal-usul daging tersebut, lalu memasaknya. Ketika Syibl pulang untuk berbuka puasa, istrinya menyuguhkan daging itu. Betapa terkejutnya Syibl saat mengetahui bahwa daging yang ia beli dan hilang kembali kepadanya dengan cara yang tak disangka-sangka. Kejadian ini membuat Syibl semakin bersyukur dan merasa bahwa Allah tidak pernah melupakannya.

Pelajaran dari Kisah Syiblul Madari: Kesabaran, Syukur, dan Tawakal

Kisah ini mengajarkan bahwa dalam hidup, kesabaran adalah kunci utama dalam menghadapi segala ujian. Syibl mengajarkan kita bahwa setiap musibah bisa diubah menjadi ibadah jika kita menerima dan meresponnya dengan rasa syukur. Syibl juga menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah bagian dari kehendak Allah, dan dengan demikian ia memilih untuk tidak marah atau mengeluh.

Kisah Syiblul Madari dan daging yang dicuri burung adalah inspirasi yang memperlihatkan bahwa sukur adalah tidak bermaksiat dengan menggunakan nikmat Allah. Dalam Islam, syukur adalah sikap rendah hati, menerima dan menjalani takdir Allah dengan penuh kesadaran dan tawakal. Syiblul Madari juga mencontohkan bagaimana tawakal atau berserah diri kepada Allah adalah bentuk aktual dari keimanan yang teguh.

Inspirasi Kisah Syiblul Madari untuk Pembaca: Menjadikan Musibah Sebagai Jalan Ibadah

Kisah inspiratif ini sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari kita. Dengan memahami sikap Syibl dalam menghadapi cobaan, kita dapat belajar bahwa kesabaran dan syukur mampu mengubah musibah menjadi nikmat. Bagaimana kita memilih untuk merespon kejadian dalam hidup, termasuk dalam menghadapi kehilangan, adalah pilihan kita. Dengan menjadikan ibadah sebagai landasan, kita bisa lebih kuat dan tenang dalam menghadapi segala ujian kehidupan.

Semoga kisah ini menjadi inspirasi untuk kita semua dalam menjalani kehidupan yang lebih bermakna dan penuh kesadaran. Jangan lupa bagikan kisah ini kepada teman-teman dan keluarga agar kita semua dapat belajar dari teladan Syiblul Madari, ahli ibadah yang selalu bersyukur.

Rabu, 07 Februari 2024

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah Memahami Kedewasaan Musyawarah dalam Sejarah Islam

PPRU 1 Hikmah | Dalam memahami sejarah kepemimpinan Islam, salah satu peristiwa penting yang memunculkan konsep musyawarah adalah pemilihan Khalifah pasca wafatnya Nabi Muhammad. Artikel ini akan membahas dengan mendalam proses musyawarah tersebut, khususnya fokus pada peran Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai pemimpin yang dipilih secara damai. Selain itu, artikel ini juga akan membahas konsep musyawarah dalam Islam dan relevansinya untuk umat modern.

Proses Musyawarah dalam Pemilihan Khalifah

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, umat Islam dihadapkan pada tugas menentukan pemimpin baru. Prinsip musyawarah dan ukhuwah Islamiyah menjadi pedoman utama dalam memilih Khalifah. Artikel ini mengulas bagaimana perselisihan awal di antara sahabat Anshar dan Muhajirin akhirnya diatasi melalui proses musyawarah mufakat yang menjadikan Abu Bakar sebagai Khalifah.

Kedewasaan Musyawarah

Proses perdebatan yang terjadi mencerminkan kedewasaan dalam melibatkan umat dalam pengambilan keputusan. Konsep keterbukaan, keadilan, dan kesepakatan bersama menjadi landasan utama dalam musyawarah. Artikel ini menyoroti bagaimana pemilihan Khalifah melalui musyawarah menciptakan pemimpin yang diterima secara luas oleh umat Islam.

Pidato Abu Bakar Ash-Shiddiq

Pentingnya pidato Abu Bakar dalam menyejukkan perdebatan menjadi sorotan utama. Artikel ini menguraikan substansi pidato Abu Bakar yang mencerminkan kesederhanaan, keadilan, dan ketaatan kepada Allah. Pidato ini tidak hanya mengakhiri perdebatan, tetapi juga mengilustrasikan kepemimpinan yang bersifat penuh tanggung jawab dan mengedepankan kepentingan umat.

Konsep Musyawarah dalam Islam

Artikel ini menyoroti konsep musyawarah dalam Islam, di mana keputusan strategis seperti pemilihan Khalifah didasarkan pada musyawarah atau kesepakatan umat. Konsep syura sebagai metode penting dalam pengambilan keputusan umat Islam menjadi relevan untuk dipahami dan diterapkan dalam konteks modern.

Relevansi Konsep Musyawarah untuk Umat Modern

Penekanan pada konsep musyawarah dan ukhuwah Islamiyah dalam artikel ini diakhiri dengan pembahasan relevansinya untuk umat modern. Inspirasi dari sejarah Islam dapat memberikan panduan bagi blogger dan website untuk menggali dan mengaplikasikan prinsip-prinsip musyawarah dalam kehidupan sehari-hari umat Islam.

Rabu, 24 Januari 2024

Ini Dia 9 Ulama Terkemuka Asal Palestina

PPRU 1 News |  Palestina dikenal dengan buminya para nabi dan melahirkan para ulama besar dalam Islam yang karya-karyanya hingga saat ini terus dipelajari, dibaca, dan didiskusikan oleh banyak orang. Tentunya wilayah Palestina saat ini memiliki nama-nama yang beda sebelum lahirnya negara bangsa. Misalnya wilayah Palestina di zaman Nabi Ibrahim as dan setelahnya dinamakan Syam.

Sedangkan pada wilayah-wilayah tersebut populer juga dengan sebutan Damaskus di era dinasti Umayyah dan setelahnya, sehingga nama Palestina belum populer seperti sekarang. Berikut ini para ulama yang berasal dari Palestina

1. Imam Syafi'i

   - Lahir di Ghaza, Palestina.

   - Salah satu ilmu yang dikuasai adalah ilmu syair.

2. Ibnu Qudamah

   - Lahir di Nablus, Palestina.

   - Pemimpin dan pembesar Mazhab Hanbali.

   - Karyanya al-Mughni menjadi pedoman dalam mazhab tersebut.

3. Ibnu Ruslan

   - Lahir di Ramallah, Palestina.

   - Ulama besar Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya meliputi Syarh Sunan Abi Dawud, Shafwah Zubad fi Matan Zubad, dan syarah-syarah terhadap kitab hadits lainnya.

4. Ibnu Muflih

   - Lahir di Ramin, Tepi Barat Palestina.

   - Ahli fikih Mazhab Hanbali.

   - Karya-karya termasuk Syarhul Muqni fi Fiqhil Hanbali, Mirqatul Wushul ila ‘Ilmil Ushul, dan al-Maqshad al-Arsyad fi Tarjamah Ashahb al-Imam Ahmad.

5. Ibnu Washif al-Ghazzi

   - Ahli hadits dan fikih Mazhab Maliki.

   - Guru-gurunya termasuk al-Hasan bin al-Faraj al-Ghazi, Muhammad bin al-Hasan bin Qatibah al-‘Asqalani.

6. Zainuddin Yahya bin ‘Alwi al-Hadhrami al-Andalusi

   - Menghabiskan sisa hidupnya di Gaza.

   - Ahli qiraat, ahli bahasa, sastra, dan ahli hadits.

   - Sering melakukan kunjungan ke berbagai negara untuk bertemu para ulama.

7. Syamsuddin Muhammad bin Khalaf al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

8. Syamsuddin bin al-Ghazi

   - Ahli sejarah dan fikih Mazhab Syafi'i.

   - Mufti syafi’iyyah di Damaskus.

   - Karya-karya termasuk Diwanul islam, Tarikh Mukhtashar lil ‘Ulama wal Muluk wa Ghayrihim, Lathaiful Minnah fi Fawaid Khidmatis Sunnah, Tasynifus Sami’ bi Rijalil Jam'il Jawami’, dan lain-lain.

9. Najmuddin Muhammad bin Muhammad al-Ghazi

   - Ahli sejarah.

   - Karya monumental berjudul al-Kawakib as-Sairah bi A’yan al-Mi`ah al-‘Asyirah.

   - Lahir di Gaza dan wafat di Damaskus.

Demikianlah beberapa ulama besar Islam yang lahir di tanah Palestina. Semua mereka memiliki kontribusi besar dalam pemikiran dan ilmu pengetahuan Islam, dan karya-karyanya masih terus dipelajari hingga saat ini.

 

Minggu, 21 Januari 2024

Abdurrahman bin Auf, Sahabat Rasul yang Kaya Raya


PPRU 1 Sosok | Artikel di atas membahas tentang Abdurrahman bin Auf, salah satu sahabat Rasulullah yang terkenal dengan kedermawanan dan keberaniannya. Abdurrahman bin Auf lahir pada tahun 581 M dan masuk Islam pada tahun 614 M, di usia 31 tahun. Ia termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun, yaitu orang-orang yang pertama kali masuk Islam melalui dakwah Abu Bakar As-Siddiq di rumah Arqam bin Abi Arqan.

Abdurrahman bin Auf adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan masuk Surga. Meskipun masih muda, Abdurrahman memberikan sumbangsih besar pada perjuangan Islam dan dakwah Rasulullah, terutama dalam peristiwa-peristiwa penting seperti Perang Badar dan Perang Uhud.

Ia terkenal sebagai seorang pengusaha kaya dan dermawan. Ketika Rasulullah SAW berdakwah di Makkah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu orang pertama yang menerima Islam. Ia bersedia meninggalkan harta bendanya dan keluarganya demi mengikuti Rasulullah. Suatu kisah mencatat bahwa Abdurrahman bin Auf menawarkan seluruh harta bendanya kepada Rasulullah, termasuk jumlah yang sangat besar, yakni 4 ribu dinar.

Abdurrahman bin Auf juga dikenal sebagai seorang filantropis. Setelah hijrah ke Madinah, dia terkenal karena bersedekah secara besar-besaran. Ketika Nabi Muhammad SAW mendirikan Baitul Mal (kas negara) di Madinah, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu sahabat yang memberikan kontribusi besar. Dia menyumbangkan separuh dari seluruh kekayaannya untuk membantu memenuhi kebutuhan umat Islam yang kurang beruntung.

Meskipun menjadi miliarder dan memiliki kekayaan yang luar biasa, Abdurrahman bin Auf tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang Muslim. Tindakan dan sumbangsihnya mencerminkan nilai-nilai solidaritas, kepedulian sosial, dan dedikasi untuk melayani masyarakat yang tinggi dalam Islam. Abdurrahman bin Auf meninggalkan warisan yang besar dan memberikan contoh teladan bagi umat Islam dalam berkontribusi pada pembangunan masyarakat dan dakwah Islam.


Jumat, 19 Januari 2024

Pengalaman Unik KH. Miftahul Akhyar Saat Masih Mondok, Didiamkan Abahnya

PPRU 1 Sosok | Pernahkah kamu penasaran dengan kisah santri sejati, seperti yang dialami oleh KH Miftachul Akhyar, Rais Aam PBNU? Mari kita telusuri pengalaman berharga Kiai Miftachul Akhyar selama masa nyantri, dari Tambak Beras hingga Lasem.

Sebagai pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama (NU), KH Miftachul Akhyar memiliki latar belakang yang unik. Ia adalah putra kedelapan dari tiga belas bersaudara dari KH Abdul Ghoni. Dalam video berjudul "Pengalaman Menjadi Santri - Lebih Dekat KH Miftachul Akhyar" di YouTube NU Online, Kiai Miftachul Akhyar menceritakan awal pendidikannya.

"Saya pendidikan kecilnya ada di rumah, ikut sekolah Rakjat (SR), namun hanya sampai kelas 5. Sejak kecil, saya mondok," kata Kiai Miftachul Akhyar. Ia juga menyampaikan bahwa awalnya nyantri di Tambak Beras Jombang, namun durasinya tidak begitu lama.

Setelah beberapa tahun di Tambak Beras, Kiai Miftachul Akhyar pindah ke Sidogiri pada tahun 1967-1969, sampai kelas satu tsanawiyah. Namun, pada tahun 1970-an, ia mengalami momen berhenti mondok selama setahun karena kesadaran diri dan pergaulan yang hampir mempengaruhi dirinya.

"Setelah itu, kira-kira tahun 1970-an, saya di rumah, tidak mondok. Abah marah terus karena saya sudah mutung, tidak mau mondok. Saya bahkan tidak disapa selama satu tahun," ungkap Kiai Miftachul Akhyar.

Namun, dengan kesadaran yang muncul, Kiai Miftachul Akhyar memutuskan untuk kembali mondok. Ia meminta pondok yang tidak memiliki sekolah, dan akhirnya melanjutkan perjalanannya nyantri di Pesantren Al-Ishlah Lasem. Rencananya, ia ingin melanjutkan belajar di Makkah, tetapi karena sakit, rencana itu tidak terwujud.

Pengalaman Kiai Miftachul Akhyar menjadi santri tidak hanya berhenti di Lasem. Pada tahun 1977-1978, keinginannya untuk mengaji dengan Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki di Malang juga terwujud. Ia mengikuti daurah selama 6-8 bulan bersama ulama ternama tersebut.

Pengalaman nyantri KH Miftachul Akhyar memberikan inspirasi tentang perjalanan hidup dan kesadaran diri seorang santri. Meskipun mengalami hambatan, Kiai Miftachul Akhyar terus menapaki perjalanan hidupnya dengan tekad dan semangat yang luar biasa.

Kamis, 18 Januari 2024

KH. Miftahul Akhyar, Rais 'Aam PBNU, Menegaskan Pentingnya Husnudzon saat Menghadapi Musibah

PPRU 1 News | Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Miftahul Akhyar, memberikan penekanan pada pentingnya memiliki sikap berprasangka baik (husnudzon) ketika dihadapkan pada berbagai musibah. Hal ini disampaikannya pada Rabu, 17 Januari 2024, pukul 16:00 WIB.

Dalam penjelasannya, Kiai Miftahul Akhyar mengajak masyarakat untuk berpikir positif dan memandang segala peristiwa dengan sikap optimis. Dia menekankan bahwa bersamaan dengan prinsip husnudzon, introspeksi diri juga perlu dilakukan.

Pada kesempatan tersebut, Rais 'Aam PBNU menggambarkan pengalaman pribadinya terkait kecelakaan yang menimpanya pada 12 Agustus 2021. Kejadian tersebut melibatkan mobil Kiai Miftahul Akhyar di Jalan Tol Semarang-Solo Kilometer 462.800 Jalur A, Desa Beji, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.

Menurut Kiai Miftahul Akhyar, kecelakaan tersebut menjadi peringatan bagi dirinya yang pada saat itu tengah sibuk meskipun dalam situasi pandemi. Dia menilai bahwa peristiwa tersebut menjadi ajakan untuk beristirahat dan menghabiskan waktu bersama keluarga.

"Saat itu saya anggap peringatan. Kecelakaan itu terjadi karena selama pandemi, saya sering bolak-balik Surabaya-Jakarta dengan mobil," ungkapnya kepada NU Online pada Selasa (16/01/2024).

Ketika kecelakaan terjadi, mobil Kiai Miftah melaju dari arah Semarang menuju Solo. Namun, situasi berubah tiba-tiba ketika truk di jalur kiri mengerem mendadak setelah memberi isyarat lampu untuk mendahului. Tabrakan pun tak terhindarkan, terjadi pada pukul 06.15 WIB.

Rais 'Aam PBNU menjelaskan bahwa kecelakaan tersebut menjadi refleksi bahwa meskipun banyak orang berdiam diri di rumah selama pandemi, namun beberapa individu, termasuk dirinya, masih melaksanakan tugas di luar. Kecelakaan tersebut dianggap sebagai pengingat agar tidak terlalu aktif di luar rumah.

Akibat musibah tersebut, Kiai Miftahul Akhyar mengalami luka lecet pada lutut kaki kanan dan kiri, serta sesak dada sebelah kanan. Sopir mobil yang bernama Indra juga mengalami luka nyeri pada pergelangan tangan kanannya. Keduanya kemudian dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Salatiga untuk mendapatkan perawatan.

Peristiwa kecelakaan yang melibatkan tokoh publik ini menarik perhatian banyak orang, khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU). Banyak yang mengungkapkan keprihatinan dan kekhawatiran terhadap kondisi Kiai Miftahul Akhyar setelah melihat kerusakan yang cukup parah pada bagian depan mobil yang ditumpanginya.

"Saat pertama seminggu pasca-kecelakaan, saya tidak berani ketawa dan batuk. Sakitnya luar biasa," ungkap Kiai Miftahul Akhyar. Pengalaman ini menjadi pelajaran berharga dan menciptakan kesadaran akan pentingnya keselamatan dan kesehatan, terutama dalam menjalani mobilitas tinggi di tengah pandemi.

Peristiwa ini juga menciptakan banyak komentar dan perbincangan di kalangan masyarakat, mengingat sosok Kiai Miftahul Akhyar yang merupakan tokoh yang dikenal banyak orang.

Rabu, 17 Januari 2024

Mengenang Gus Dur dan Penceritaannya Tentang Buya Syakur Yasin

PPRU 1 Biografi | Pada suatu kesempatan, Gus Dur memberikan penghormatan kepada tiga cendekiawan Muslim di Indonesia. Beliau menyebutkan bahwa orang-orang tersebut adalah Pak Nurcholis Madjid, Pak Quraish Shihab, dan Pak Syakur. Namun, Gus Dur menambahkan bahwa masyarakat mungkin tidak mengenal Pak Syakur dengan baik karena beliau hidup di kampung terpencil yang jauh dari sorotan media.

Dari tiga nama yang disebutkan oleh Gus Dur, Pak Abdul Syakur Yasin adalah satu-satunya yang kurang dikenal oleh masyarakat umum, meskipun belakangan namanya menjadi viral di media sosial terutama di YouTube melalui channel pengajian umumnya dengan akun KH Buya Syakur Yasin MA.

Buya Syakur, sebutan akrab jamaah padanya, merupakan seorang kyai yang memiliki pemikiran keislaman yang sangat rasional. Berbeda dengan dua nama sebelumnya, Buya Syakur lebih memilih berkiprah membangun jalan dakwah di kampung halamannya, Indramayu, Jawa Barat. Di sana, beliau mendirikan Pondok Pesantren Candangpinggan.

Meskipun memiliki gelar tinggi dari luar negeri, Buya Syakur tetap setia membangun pesantren dan menyebarkan pemikiran keislaman di tanah kelahirannya. Gus Dur pernah memuji Buya Syakur sebagai pemikir Islam yang sangat rasional, mampu memadukan dua permasalahan menjadi satu, dan mengambil kesimpulan dengan tepat.

Buya Syakur menghabiskan waktu belajarnya di luar negeri, termasuk di Timur Tengah dan Eropa selama 20 tahun. Selama masa itu, beliau menggeluti sastra dengan mengambil jurusan Sastra Arab di Baghdad, Linguistik di tingkat Magister, dan Dialog Teater di tingkat Doktoral di Tunisia. Meskipun tidak menyelesaikan program Doktoralnya secara resmi, beliau memiliki pemahaman yang luas.

Setelah kepulangannya ke Tanah Air, Buya Syakur memilih untuk kembali ke Indramayu dan membangun pesantren. Beliau memandang bahwa selain mengembangkan tanah kelahiran, masyarakat di kampungnya lebih jujur dibandingkan di kota.

Buya Syakur, dengan keahlian linguistiknya, sering menelaah makna Ayat Al-Qur'an secara mendalam. Gaya penyampaiannya yang runut dan logis membawa jamaahnya untuk berpikir rasional dan menemukan pencerahan sendiri.

Meskipun ada beberapa tokoh yang tidak setuju dengan pemahamannya, Buya Syakur tetap konsisten dan menerima kritik dengan lapang dada. Bagi beliau, perbedaan pendapat adalah hal biasa dan menjadi motivasi untuk terus belajar.

Jumat, 05 Januari 2024

Kisah Anak Muslim: Nabi Nuh dan Bahteranya

PPRU 1 Berkisah | Di sebuah zaman yang dipenuhi dengan maksiat dan penyembahan berhala, hiduplah seorang nabi yang mulia, Nabi Nuh. Allah memilihnya sebagai rasul untuk membimbing umat manusia yang terperangkap dalam kegelapan moral dan spiritual. Meskipun Nabi Nuh dengan penuh tekun dan kasih, berusaha menyampaikan ajaran tauhid dan kepatuhan kepada Allah kepada kaumnya, sayangnya, hanya sedikit yang mendengarkan.

Mendapati ketidakpatuhan dan keengganan kaumnya untuk bertaubat, Allah memberikan wahyu kepada Nabi Nuh untuk memperingatkan akan azab yang akan menimpa mereka. Dengan sabar dan kesabaran, Nabi Nuh menyampaikan dakwahnya selama berabad-abad, namun tanggapan masih minim. Allah kemudian memerintahkan Nabi Nuh untuk membangun bahtera yang besar sebagai satu-satunya tempat perlindungan dari banjir besar yang akan datang.

Dengan penuh iman dan tekun, Nabi Nuh mematuhi perintah Allah dan membangun bahtera tersebut. Saat banjir yang dahsyat datang, bahtera itu menjadi satu-satunya tempat perlindungan bagi Nabi Nuh, pengikutnya, dan berbagai macam makhluk yang Allah amanahkan. Banjir itu membawa azab kepada kaum yang tidak beriman, sementara bahtera itu menjadi simbol keselamatan dan kepatuhan.

Setelah berhari-hari air bah melanda bumi, banjir pun mereda. Bahtera mendarat di suatu tempat yang tinggi, dan Nabi Nuh bersyukur kepada Allah atas keselamatan yang diberikan. Allah menjadikan Nabi Nuh sebagai "pendiri umat" baru, memberikan petunjuk hidup baru kepada keturunannya. Kisah Nabi Nuh mengajarkan kepatuhan kepada perintah Allah, kesabaran dalam berdakwah, dan keyakinan bahwa Allah selalu melindungi hamba-Nya yang taat. Nabi Nuh, dengan hati penuh iman, membawa cahaya di tengah kegelapan moral, menjadi teladan bagi generasi-generasi berikutnya.

Sabtu, 23 Desember 2023

Penghitung Keliling Bumi Pertama itu Bernama Al-Biruni

Penghitung Keliling Bumi Pertama itu Bernama Al-Biruni

PPRU 1 Sosok | George Sarton, seorang ahli kimia dan sejarawan Amerika kelahiran Belgia, pernah menggambarkan Al-Biruni sebagai "Leonardo da Vinci-nya Islam" karena keahliannya yang mencakup berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Sementara itu, K Ajram membandingkan Leonardo da Vinci sebagai "Al-Biruni-nya Kristen," mengingat Al-Biruni hidup lima abad sebelum da Vinci dan sumbangsihnya dalam ilmu pengetahuan lebih orisinal.

Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al-Biruni lahir pada 4 September 973 M di Kath, ibu kota Khawarizm (kini wilayah Uzbekistan). Sejak kecil, Al-Biruni menunjukkan minat pada matematika dan astronomi. Namun, pergolakan politik membuatnya berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Al-Biruni tinggal di istana Dinasti Banu Irak sebelum Abu Ali Ma’mun bin Muhammad dari Dinasti Ma’muni mengalahkan mereka pada tahun 995 M. Al-Biruni kemudian pindah ke Rayy dan kemudian ke Gorgon, di mana ia menyelesaikan beberapa karyanya, termasuk Kitab Sisa Pengaruh Masa Lampau.

Di Gorgon, Al-Biruni mendapat dukungan penuh dari penguasa setempat, Syamsul Ma’ali Qabus, yang mengundangnya untuk berkarya di istananya. Al-Biruni memaksimalkan kemampuannya dengan membaca, menulis, dan menganalisis peristiwa antariksa seperti gerhana bulan.

Pergolakan politik membuat Al-Biruni pindah lagi, kali ini ke Istana Mahmud Ghaznawi setelah Dinasti Ghaznawi mengalahkan Dinasti Ma’muni. Selama sekitar 30 tahun, Al-Biruni tinggal di Ghaznawi dan menulis beberapa karya monumental, termasuk "Masamiri Khawarizm," "Tarikh al-Hind," "Kitab Pemahaman Puncak Ilmu Bintang," dan lainnya.

Al-Biruni wafat di Ghaznah pada tahun 1048. Kehidupan dan karyanya mencerminkan dedikasinya terhadap ilmu pengetahuan dan peran pentingnya dalam menggabungkan pengetahuan dari berbagai bidang, termasuk matematika, astronomi, sejarah, dan farmasi.

Perhitungan Fantastis Al-Biruni Tentang Bumi

Al-Biruni, seorang ilmuwan Muslim pada abad ke-11, dikenal sebagai penghitung pertama keliling bumi. Ia menciptakan metode pengukuran yang inovatif untuk membuktikan bahwa bumi itu bulat dan menghitung kelilingnya. Pada masa itu, perdebatan antara bentuk bumi bulat atau datar masih terus berlanjut.

Al-Biruni menggunakan metode trigonometri dan Astrolabe al-Ustawani buatannya sendiri dalam penelitiannya. Langkah-langkahnya mencakup:

1. Percaya bahwa Bumi Bulat: Al-Biruni pertama-tama meyakini bahwa bumi itu bulat. Dari sini, ia mencari jari-jari bumi sebagai langkah awal untuk menghitung kelilingnya.

2. Mengukur Tinggi Gunung: Al-Biruni mengukur tinggi gunung yang merupakan titik permukaan bumi. Dengan Astrolabe-nya, ia mengarahkannya ke dua titik berbeda di daratan dan mengukur sudutnya. Dengan trigonometri, ia menghitung tinggi gunung.

3. Menghitung Jari-Jari Bumi: Menggunakan data dari pengukuran tinggi gunung, Al-Biruni menggunakan rumus trigonometri untuk menghitung jari-jari bumi. Ia memperoleh nilai yang sangat akurat.

4. Menggambar Bumi dalam Dimensi Dua: Al-Biruni menggambar bumi sebagai lingkaran dalam dimensi dua dengan memanfaatkan data jari-jari yang telah dihitungnya.

5. Menghitung Keliling Bumi: Dengan menggunakan rumus keliling lingkaran, Al-Biruni menghitung keliling bumi. Hasilnya sangat dekat dengan penghitungan modern.

Hasil perhitungan Al-Biruni adalah sekitar 40.225 km, sedangkan penghitungan modern adalah 40.074 km. Meskipun menggunakan metode yang terbatas pada zamannya, fantastisnya, ketepatan Al-Biruni mencapai 99,62 persen, hanya meleset sekitar 0,38 persen dari pengukuran modern. Prestasinya menunjukkan kecerdasan dan ketelitian dalam ilmu pengetahuan, mengukir namanya sebagai salah satu ilmuwan besar dalam sejarah peradaban Islam.

Kamis, 21 Desember 2023

Cerita Islami Anak Sebelum Tidur: Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa

PPRU 1 Bercerita | Dahulu kala, di suatu waktu yang tak terhingga, ada sebuah surga yang ditinggali oleh Nabi Adam dan istrinya, Hawa. Mereka hidup dalam damai dan kebahagiaan, dikelilingi oleh keindahan yang tak terkira. Surga itu bukan hanya tempat tinggal mereka, tetapi juga ujian dari Sang Pencipta.

Adam dan Hawa diberi kebebasan untuk menikmati segala sesuatu di surga, kecuali satu hal: buah dari pohon tertentu. Ini adalah ujian dan perintah dari Allah. Surga penuh dengan keindahan yang luar biasa, tetapi manusia, dengan kodratnya yang lemah, merasa tertarik pada larangan tersebut.

Iblis, yang dulu diusir dari surga karena keangkuhan dan penolakannya untuk tunduk pada Adam, merencanakan balas dendamnya. Dia tahu bahwa kelemahan manusia adalah keinginan dan godaan. Dengan tipu daya dan desakan, Iblis menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah terlarang.

Terpaan godaan membuat Adam dan Hawa tergoda, dan mereka memutuskan untuk mencoba buah tersebut. Setelah melanggar perintah Allah, mereka menyadari kesalahannya dan merasa malu. Tapi Allah, Maha Pengampun, menerima taubat mereka.

Allah kemudian menurunkan Adam dan Hawa ke bumi sebagai tempat ujian dan perjalanan hidup. Di bumi, mereka menjadi orang tua bagi seluruh umat manusia, dan keturunan mereka menjadi penduduk bumi.

Namun, Allah tidak meninggalkan mereka tanpa petunjuk. Allah memberikan mereka nubuat dan petunjuk hidup. Adam menjadi nabi pertama, membimbing keturunannya dengan hikmah dan pengajaran dari Surga yang dulu mereka tinggali.

Kisah Nabi Adam mengajarkan kita tentang pentingnya taat kepada Allah, konsekuensi dari maksiat, kekuatan taubat, dan rahmat Allah yang tak terbatas. Manusia, dengan segala kelemahan dan ketidaksempurnaannya, selalu memiliki kesempatan untuk kembali kepada Allah, sebagaimana yang diterima oleh Nabi Adam dan Hawa.

Rabu, 20 Desember 2023

Biografi Hadratus Syaikh Pendiri NU, KH. Hasyim Asya'ari

PPRU 1 Sosok | K.H. Hasyim Asy'ari (10 Oktober 1871 – 25 Juli 1947) adalah seorang ulama Indonesia yang dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Beliau lahir di Gedang, Jombang, Jawa Timur, dan memiliki peran penting dalam mengembangkan pendidikan, keagamaan, dan sosial di tanah air.

Masa Muda dan Pendidikan

Hasyim Asy'ari berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Kyai Asy'ari, adalah seorang ulama terkemuka di daerah Jombang. Masa kecil Hasyim Asy'ari dihabiskan dalam lingkungan pesantren, di mana ia belajar agama Islam secara mendalam. Pada usia muda, ia sudah dikenal sebagai seorang yang cerdas dan berbakat dalam bidang keagamaan.

Peran dalam Persatuan Umat Islam

Hasyim Asy'ari memiliki peran signifikan dalam menjaga persatuan umat Islam di Indonesia. Pada masa itu, ada perbedaan pendapat antara kelompok modernis dan tradisionalis dalam penafsiran agama. Hasyim Asy'ari berusaha menjembatani kesenjangan ini dan membangun persatuan di antara umat Islam.

Pendirian Nahdlatul Ulama (NU)

Pada tanggal 31 Januari 1926, Hasyim Asy'ari bersama para ulama lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya. Organisasi ini didirikan sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonialisme dan penyebaran paham modernisme di kalangan umat Islam. NU juga didirikan untuk memajukan pendidikan dan kesejahteraan umat Islam Indonesia.

Pendidikan dan Dakwah

Hasyim Asy'ari sangat vokal dalam mempromosikan pendidikan agama dan moral. Ia mendirikan banyak pesantren di berbagai tempat di Indonesia. Pendidikan yang diberikan di pesantren-pesantren ini tidak hanya mencakup aspek keagamaan, tetapi juga pendidikan karakter dan keterampilan praktis.

Kiprah Politik

Hasyim Asy'ari juga terlibat dalam dunia politik. Ia menjadi anggota Volksraad (Badan Perwakilan Rakyat) pada masa pemerintahan kolonial Belanda. Meskipun terlibat dalam politik, Hasyim Asy'ari selalu memegang teguh prinsip keislaman dan keutamaan agama dalam kehidupan bermasyarakat.

Wafat

K.H. Hasyim Asy'ari wafat pada tanggal 25 Juli 1947 di kediamannya di Jombang, Jawa Timur. Meskipun beliau telah tiada, pengaruh dan warisan keagamaan yang ditinggalkan, terutama melalui NU, terus berkembang hingga hari ini.

Warisan dan Pengaruh

Hasyim Asy'ari dianggap sebagai tokoh yang berjasa dalam menyatukan umat Islam Indonesia dan melindungi keberlanjutan nilai-nilai tradisional Islam di tengah-tengah perubahan zaman. NU, yang didirikannya, terus menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berkontribusi pada berbagai bidang seperti pendidikan, sosial, dan kesejahteraan umat.

Peninggalan dan ajaran Hasyim Asy'ari terus diperjuangkan oleh para pemimpin NU yang kemudian, menjadikan NU sebagai kekuatan yang memperjuangkan kedamaian, toleransi, dan keberagaman di Indonesia.

Sabtu, 16 Desember 2023

Al-Jahidz Al-Kinani, Sastrawan Muslim yang Kutu Buku

Al-Jahidz Al-Kinani, Sastrawan Muslim yang Kutu Buku

PPRU 1 Sosok | Al-Jahiz, atau nama panjangnya Abu Utsman ibn Bahr al-Kinani al-Basri, adalah seorang ulama dan ilmuwan Muslim terkemuka yang lahir di Basra, Irak, pada tahun 163 H. Sejak masa kanak-kanak, Al-Jahiz menunjukkan minat yang besar pada ilmu pengetahuan, menandakan cintanya yang mendalam terhadap pembelajaran, membaca, dan menulis.

Tumbuh pada periode ketika ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam berkembang pesat, Al-Jahiz memperoleh pengetahuan lintas disiplin dari berbagai tokoh terkemuka pada masanya, termasuk bahasa, sastra, sejarah, politik, akhlak, hingga biologi tumbuhan dan hewan. Diketahui bahwa pada saat kematiannya, Al-Jahiz telah menulis ratusan kitab dari berbagai bidang ilmu.

Salah satu karya fenomenalnya yang masih menjadi rujukan adalah "Al-Bayan wa At-Tabyin," yang membahas tema-tema sastra Arab, seperti gaya bahasa, retorika, dan puisi. Karya lainnya yang tak kalah penting adalah "Al-Hayawan," yang terdiri dari 7 jilid dan menjadi referensi utama dalam ilmu zoologi, membahas lebih dari 350 spesies hewan.

Al-Jahiz juga dikenal karena nasihat-nasihatnya, salah satunya berkaitan dengan pentingnya cinta. Ia menyatakan bahwa manfaat yang dirasakan seseorang akan menimbulkan rasa cinta, sementara kerugian akan menimbulkan kebencian. Nasihat-nasihat ini mencerminkan pemahaman mendalamnya tentang psikologi manusia.

Tidak hanya mencintai ilmu pengetahuan, Al-Jahiz juga memiliki keunikan tersendiri. Terdapat cerita bahwa ia pernah lupa kuniyah (nama panggilan) sendiri selama tiga hari karena kesibukannya dalam dunia pemikiran dan ilmu. Kejadian aneh ini menunjukkan betapa ia tenggelam sepenuhnya dalam ilmu dan belajar.

Pada akhir hidupnya, Al-Jahiz meninggal dunia pada tahun 255 H di Baghdad, Irak. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai penyebab kematian, salah satu pendapat yang masyhur menyebutkan bahwa ia meninggal karena tertimpa koleksi buku-bukunya yang menumpuk. Hal ini mencerminkan kesetiaannya terhadap dunia literatur dan pengetahuan yang telah membawa banyak kontribusi bagi peradaban Islam.


Selasa, 12 Desember 2023

Nyai Sholichah, Istri Sholihah Penggerak Masyarakat

Nyai Hj. Sholichah bersama keluarga

PPRU 1 Sosok | Nyai Solichah, lahir dari pasangan KH. Bisri Syansuri dan Nyai Hj. Nur Chadijah pada 11 Oktober 1922, dengan nama kecil Munawwaroh. Namun, setelah menikah dengan KH Abdul Wahid Hasyim dan tinggal di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, namanya berubah menjadi Nyai Solichah.

Dibesarkan di lingkungan Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur, Nyai Solichah belajar banyak hal mengenai agama Islam dari kedua orang tuanya, yang dikenal sebagai kiai yang pertama kali mendirikan pesantren untuk kaum perempuan. Pernikahannya dengan KH.  Abdul Wahid Hasyim memperkaya pengetahuannya, dan dukungan sang suami membukakan ruang aktivitas yang lebih luas.

Nyai Solichah aktif mengikuti suaminya, baik saat pindah ke Jakarta maupun ketika suaminya dipanggil untuk tinggal di Pesantren Tebuireng. Selama perjuangan kemerdekaan, Nyai Solichah terlibat dalam medan pertempuran, membantu para pejuang dengan segala kebutuhan mereka.

Setelah suaminya wafat pada April 1953, Nyai Solichah menjadi orang tua tunggal bagi keenam anaknya. Di rumah, ia menjadi sosok orang tua yang peduli, sementara di luar rumah, ia aktif sebagai politisi, menjadi anggota DPRD DKI Jakarta dan terpilih dalam DPR Gotong Royong (DPR-GR) atau Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS).

Nyai Solichah tidak hanya duduk di kursi kantor, tetapi aktif di tengah masyarakat dengan berbagai aktivitas. Ia menjadi pengurus Muslimat Nahdlatul Ulama dan pendiri Yayasan Kesejahteraan Muslimat Nahdlatul Ulama (YKMNU). Sebagai ketua umum YKMNU sejak pendiriannya pada tahun 1963 hingga akhir hayatnya pada tahun 1994, Nyai Solichah mendorong peningkatan kesejahteraan perempuan Indonesia.

Melalui YKMNU, Nyai Solichah mendirikan klinik-klinik bersalin, panti asuhan untuk anak-anak yatim piatu, serta terlibat dalam program Keluarga Berencana. Ia juga mendirikan berbagai yayasan, seperti Yayasan Bunga Kamboja, Pengajian Al-Ishlah, Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia, dan Lembaga Penyantun Lanjut Usia.

Nyai Solichah wafat pada 9 Juli 1994, meninggalkan warisan yang kuat dalam bentuk pelayanan dan kesejahteraan bagi masyarakat Nahdliyin.

Selasa, 05 Desember 2023

Gus Baha: Kemenangan Umat Islam yang Permanen Adalah Kemenangan Logika

 

PPRU 1 News | KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan bahwa kemenangan umat Islam yang bersifat permanen adalah kemenangan logika. Khususnya dalam masalah akidah.

Hal itu dipaparkan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta saat acara ngaji bareng dengan tema Meneladani Khazanah Tafsir Al-Qur'an pada Senin (4/12) kemarin.

"Indonesia yang damai ini tidak lepas dari peran kitab-kitab yang ada di Indonesia seperti tafsir kemenangan. Di Tafsir Munir karya Syaikh Nawawi, kemenangan umat Islam itu adalah kemenangan logika. Alam raya dimulai dari satu Tuhan," jelas ulama dengan sapaan akrab Gus Baha’ tersebut.

Foto: KH. Ahmad Bahauddin Nursalim

Ia menambahkan, dalam syarah Shahihul Bukhari, kitab Fathul Bari dijelaskan bahwa kemenangan umat Islam yaitu memiliki akidah yang secara akal itu nyaman. Seperti sesuatu yang ada karena ada yang mengadakan. Alam raya seluas ini tidak mungkin diciptakan tanpa sebab yang ada.

"Jadi walaupun Islam belum kuat di awal kemunculannya, tetapi sebenarnya Islam sudah menang secara hujjah. Islam membuat logika yang mudah dipahami banyak orang, kemudian orang tersebut mencintai Allah dan Rasul," imbuhnya.

Pakar tafsir asal Rembang ini mengatakan jika kemenangan umat Islam dalam perang, kemenangan bernegara, kemenangan di strata sosial itu tidak bersifat permanen. Buktinya Islam pernah kalah.  Zaman Nabi Muhammad masih hidup saja Islam pernah mengalami kalah di periode Makkah. Begitu juga di periode Madinah pernah mengalami kalah di peristiwa perang Uhud. 

Minggu, 03 Desember 2023

Pakar Fikih Hadist Penerus Imam Bukhori itu Bernama At-Tirmidzi

 

PPRU 1 Tokoh | Berabad-abad yang lalu, kota Termez, yang kini menjadi bagian dari Uzbekistan, melahirkan Imam at-Tirmidzi, seorang lelaki yang namanya dikenal di seluruh dunia sebagai pelindung dan pemelihara Islam yang agung.

Namanya lengkapnya adalah Muhammad dan dia lahir dari seorang ayah bernama "Isa". Belum ada informasi pasti mengenai tahun lahirnya. Dr Nurudin Itl memperkirakan tahun kelahirannya 209 M berdasarkan perhitungan matematis.

Ia belajar di kota Khurasan, Hijaz dan Irak. Tidak ada data bahwa ia belajar di luar ketiga negara tersebut; Syam da Mesir. Kemungkinan besar beliau juga tidak melakukan perjalanan ke Bagdad, karena  tidak ada riwayat langsung hadits dari Ahmad bin Hanbal. Di antara ulama besar yang menjadi gurunya adalah Ishaq bin Rahwai, Abu Zurah al-Razi, Abdullah ad-Dalimi, Muslim Abu Dawud, dan al-Bukhari dan yang terakhir inilah yang merupakan guru Tirmidzi paling berpengaruh.

Ia belajar pada imam besar itu dalam kurun waktu yang lama. Begitu berpengaruhnya Al-Bukhari dalam membentuk karakter At-Tirmidzi yang saleh dan wira’i serta keilmuan yang dalam, hingga Nuruddin ‘Itr mengatakan bahwa At-Tirmidzi bagaikan fotokopi dari Al-Bukhari. Ia memang khalifah (penerus) sang maha guru tersebut.

Al-Hafizh ‘Umar bin ‘Allak mengatakan: “Al-Bukhari telah wafat, ia tidak meninggalkan penerus/murid lain yang selevel At-Tirmidzi dalam hal ilmu, hafalan, wira’i, dan zuhud. Ia menangis sampai buta.”  

Kepadanya, ia belajar banyak ilmu, khususnya fiqhul hadits dan ‘illat hadits. Ia bercerita mengenai kehebatan gurunya itu:  

لم أر بالعراق ولا بخراسان في معنى العلل والتاريخ ومعرفة الأسانيد كثيرا أحدّ علم من محمد بن إسماعيل  

Artinya, “Di seantero Iraq dan Khurasan, aku tidak melihat ada orang yang lebih tajam ilmunya dari Al-Bukhari mengenai ‘illat, tarikh, dan sanad.” Kedua guru dan murid ini sering berdiskusi.

Kamis, 28 September 2023

Kau Ini Bagaimana Atau Aku Harus Bagaimana – Oleh: Gus Mus


Kau ini bagaimana
Kau bilang aku merdeka
Kau memilihkan untukku segalanya

Kau suruh aku berpikir
Aku berpikir kau tuduh aku kafir

Aku harus bagaimana
Kau bilang bergeraklah
Aku bergerak kau curigai

Kau bilang jangan banyak tingkah
Aku diam saja kau waspadai

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku memegang prinsip
Aku memegang prinsip
Kau tuduh aku kaku

Kau suruh aku toleran
Aku toleran kau bilang aku plin-plan

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh maju
Aku maju kau slimpung kakiku

Kau suruh aku bekerja
Aku bekerja kau ganggu aku

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku taqwa
Khotbah keagamaanmu membuatku sakit jiwa

Kau suruh aku mengikutimu
Langkahmu tak jelas arahnya

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh menghormati hukum
Kebijaksanaanmu menyepelekannya

Aku kau suruh berdisiplin
Kau mencontohkan yang lain

Kau ini bagaimana
Kau bilang Tuhan sangat dekat
Kau sendiri memanggil-manggilnya dengan pengeras suara setiap saat

Foto: Ketika Gus Mus berpuisi

Kau bilang kau suka damai

Kau ajak aku setiap hari bertikai

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh membangun
Aku membangun kau merusakkannya

Aku kau suruh menabung
Aku menabung kau menghabiskannya

Kau ini bagaimana
Kau suruh aku menggarap sawah
Sawahku kau tanami rumah-rumah

Kau bilang aku harus punya rumah
Aku punya rumah kau meratakannya dengan tanah

Aku harus bagaimana
Aku kau larang berjudi
Permainan spekulasimu menjadi-jadi

Aku kau suruh bertanggungjawab
Kau sendiri terus berucap Wallahu A’lam bis Showab

Kau ini bagaimana
Aku kau suruh jujur
Aku jujur kau tipu aku

Kau suruh aku sabar
Aku sabar kau injak tengkukku

Aku harus bagaimana
Aku kau suruh memilihmu sebagai wakilku
Sudah ku pilih kau bertindak sendiri semaumu

Kau bilang kau selalu memikirkanku
Aku sapa saja kau merasa terganggu

Kau ini bagaimana
Kau bilang bicaralah
Aku bicara kau bilang aku ceriwis

Kau bilang jangan banyak bicara
Aku bungkam kau tuduh aku apatis

Aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah
Aku kritik kau marah

Kau bilang carikan alternatifnya
Aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja

Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau
Kau tak mau

Aku bilang terserah kita
Kau tak suka

Aku bilang terserah aku
Kau memakiku

Kau ini bagaimana
Atau aku harus bagaimana?

Gus Mus, 1987

*Oleh: Dr. (H.C.) KH. Mushtafa Bishri (Penyair, Rais ‘Aam PBNU 2014-2015)