Minggu, 02 Juni 2024

Sapi Bertubuh Kecil, Sahkah untuk Kurban 7 Orang?

Ilustrasi Hewan Kurban

PPRU 1 Fikih
| Idul Adha semakin dekat, dan banyak umat Islam mulai menyiapkan hewan kurban. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah sapi bertubuh kecil sah untuk dijadikan kurban untuk tujuh orang?

Jawabannya adalah ya, sah. Menurut hukum Islam, sapi bertubuh kecil sah untuk dijadikan kurban untuk tujuh orang, asalkan memenuhi syarat-syarat berikut:

Syarat Hewan Kurban

Mencapai usia:

  • Sapi: minimal 2 tahun
  • Kambing: minimal 1 tahun
  • Domba: minimal 6 bulan

Sehat:

  • Tidak cacat fisik, seperti buta, pincang, atau kurus kering
  • Bebas dari penyakit menular
  • Tidak sedang hamil atau menyusui
  • Belum pernah dikurban sebelumnya

Penjelasan

Dalil:

  • Hadits dari Abu Dawud: "Sapi bisa untuk kurban tujuh orang, unta bisa untuk kurban tujuh orang." (HR. Abu Dawud)
  • Penjelasan ulama, seperti Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dan Syekh 'Ali Syabromallisi, menjelaskan bahwa hewan kurban yang kecil sah selama tidak cacat dan memenuhi syarat umur.

Hikmah:

  • Ketentuan ini menunjukkan kemudahan dan kelapangan dalam berkurban.
  • Memungkinkan lebih banyak orang untuk berkurban bersama.

Catatan:

  • Meskipun sah, lebih utama memilih hewan kurban yang besar dan gemuk.
  • Sebaiknya konsultasikan dengan ulama atau lembaga keagamaan terpercaya jika masih ragu. 

Tips Memilih Sapi Bertubuh Kecil untuk Kurban

Pilihlah sapi yang:

  • Sehat dan bebas dari penyakit
  • Memiliki gigi yang lengkap dan kuat
  • Matanya cerah dan bersinar
  • Bulunya halus dan tidak kusam
  • Kakinya kokoh dan tidak pincang

Pastikan sapi tersebut:

  • Telah mencapai usia minimal 2 tahun
  • Belum pernah dikurban sebelumnya
  • Tidak sedang hamil atau menyusui

Kesimpulan

Sapi bertubuh kecil boleh dijadikan kurban untuk tujuh orang, asalkan memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan.

Senin, 05 Februari 2024

Tafsir Al-Hadid Ayat 7: Pendapatan Negara dan Kesejahteraan Sosial

 

PPRU 1 Fiqh | Artikel ini membahas tafsir ayat 7 dari surah Al-Hadid yang menyoroti pendapatan negara dan kesejahteraan sosial dalam perspektif Islam. Tafsir ayat tersebut dijelaskan dengan mengutip pendapat beberapa ulama terkemuka.

Peran Negara dalam Islam

  • Menurut Syekh Wahbah Zuhaili, salah satu tugas terpenting negara dalam Islam adalah mewujudkan kesejahteraan sosial yang merata melalui program dan kebijakan yang pro-rakyat.
  • Fungsi utama negara adalah mendorong perilaku baik, mengambil tindakan positif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dan menciptakan kesejahteraan dalam semua aspek kehidupan.

Ayat Al-Hadid Ayat 7

  • Ayat ini menekankan pentingnya pengelolaan harta sebagai amanah dari Allah.
  • Menyumbangkan sebagian harta di jalan Allah merupakan perintah, dan harta dalam konteks ini tidak hanya materi, melainkan juga pengetahuan dan keterampilan.

Definisi Harta dan Infak

  • Tafsir Marah Labib Syekh Nawawi Banten menyatakan bahwa esensi ayat ini memerintahkan individu yang beriman untuk menyumbangkan atau menginfakkan harta mereka di jalan Allah.
  • Harta dalam konteks ini mencakup aspek yang lebih luas, seperti pengetahuan dan keterampilan.

Pentingnya Berbagi Harta

  • Allah menganjurkan umat Islam untuk beramal dengan sebagian harta yang Dia titipkan kepada mereka.
  • Harta tersebut bukan milik sepenuhnya, melainkan amanah yang harus dijaga dan dimanfaatkan untuk kebaikan.

Hukum Berinfak dan Infaq

  • Allah melarang manusia untuk kikir dengan hartanya dan mengajurkan berbagi harta dengan orang yang membutuhkan.
  • Orang yang beriman dan gemar berinfak akan mendapatkan pahala yang besar, bahkan tak terkira oleh pikiran manusia.

Ayat Al-Hadid ayat 7 menegaskan bahwa kesejahteraan sosial merupakan amanat bagi umat Islam. Pengelolaan harta sebagai amanah Allah harus dijalankan dengan bertanggung jawab, dan berinfak di jalan Allah adalah bentuk implementasi dari perintah tersebut. Artikel ini mencermati pandangan beberapa ulama terkemuka terkait tafsir ayat tersebut.

Sumber

Artikel ini merujuk pada tafsir ulama terkemuka seperti Syekh Wahbah Zuhaili, Syekh Nawawi Banten, dan Syekh Syamsuddin al-Qurthubi.

Minggu, 04 Februari 2024

Dua Jenis Debat yang Dilarang dalam Islam

 

PPRU 1 Fiqh | Aktivitas perdebatan adalah hal lumrah di antara manusia, memungkinkan mereka menyampaikan argumen dan mempertahankan pendapat. Meski pada dasarnya positif, dalam Islam ada dua jenis debat yang dilarang. Artikel ini membahas jenis-jenis debat tersebut dan berikut adalah jenis-jenis debat tersebut:

Perdebatan dalam Islam

  • Perdebatan dianggap normal dan dapat melatih keteguhan pendirian, cara berpikir, dan penyampaian argumen yang sistematis.
  • Peradaban Islam mewariskan keilmuan melalui diskusi kritis dan perdebatan.

Debat Negatif dalam Peradaban Islam

  • Muncul pada masa tabiin, terutama ketika keluarga Baramikah memberi jabatan wazir oleh Harun Arrasyid.
  • Baramikah memfasilitasi penerjemahan buku filsafat ke bahasa Arab, memicu munculnya debat dan adu argumentasi sebagai seni yang digandrungi.

Pro-Kontra Terhadap Debat

  • Pro-kontra muncul di kalangan ulama, dengan beberapa menganggap debat negatif, sementara yang lain mengakui debat yang sopan dan benar sebagai hal positif.

Pendapat Ulama tentang Debat

  • Ibnu Rajab Al-Hanbali: Menilai perdebatan tentang halal-haram di kalangan fuqaha Irak sebagai negatif karena memperluas perdebatan.
  • Ibnu Hazm: Mengakui debat yang dilaksanakan dengan cara yang sopan dan benar sebagai hal positif.
  • Al-Khatib Al-Baghdadi: Memastikan bahwa debat yang dianjurkan dan yang dilarang memiliki perbedaan jenis.

Jenis Debat yang Dilarang

  • Debat tanpa Ilmu: Berdebat tanpa dasar ilmu pengetahuan dianggap negatif, sesuai dengan ayat Al-Isra ayat 36.
  • Debat setelah Menemukan Fakta: Berdebat pasca menemukan fakta valid namun tetap membela kebatilan, dianggap sebagai debat yang tidak direkomendasikan dan dilarang dalam Islam.

Penutup

Perdebatan yang dilakukan secara sopan dan berdasarkan ilmu pengetahuan dianggap positif dalam Islam. Namun, dua jenis debat yang dilarang adalah berdebat tanpa ilmu dan berdebat untuk membela kebatilan setelah menemukan fakta.

Jumat, 02 Februari 2024

Membuka Aib Calon Pejabat: Antara Kampanye Negatif dan Etika Islam

PPRU 1 Fiqh | Dalam menghadapi tahun politik, fenomena kampanye negatif oleh calon pejabat publik menjadi perhatian serius. Artikel ini akan membahas dilema antara kebutuhan menginformasikan sifat buruk calon pejabat dan etika Islam yang melarang perbuatan ghibah.

Ghibah dan Kampanye Negatif

Ghibah, atau membuka aib seseorang di belakangnya, diharamkan oleh Islam. Namun, dalam konteks kampanye politik, pertanyaan muncul apakah kampanye negatif yang mengungkap keburukan calon pejabat dapat dibenarkan.

Kriteria Membuka Aib

Nasihat dan Peringatan

  1. Ghibah diizinkan jika tujuannya adalah memberikan nasihat dan peringatan kepada masyarakat terhadap keburukan calon pejabat.
  2. Contoh: Rasulullah memberikan nasihat kepada Fatimah tentang calon suaminya.

Relevansi dengan Kapasitas Publik

  1. Informasi yang dibuka harus relevan dengan kapasitas calon sebagai pejabat publik.
  2. Contoh: Membeberkan kinerja buruk, kasus korupsi, atau kebijakan merugikan masyarakat.

Kebenaran yang Pasti

  1. Kampanye negatif hanya dibenarkan jika informasinya benar dan pasti.
  2. Contoh: Tidak menyebarkan kabar burung atau informasi simpang siur.

Dilema dan Kemaslahatan

Artikel mencermati dilema antara larangan ghibah dan kemaslahatan informasi. Meskipun membuka aib diharamkan, masyarakat perlu mengetahui keburukan calon pejabat untuk membuat keputusan yang tepat.

Penutup

Sebagai rangkuman, artikel menegaskan bahwa kampanye negatif dapat dibenarkan dalam Islam jika memenuhi kriteria nasihat, relevansi, dan kebenaran. Namun, perlu hati-hati agar tidak terjerumus ke dalam ghibah yang diharamkan.

Sumber

Artikel ini merujuk pada Keputusan Bahtsul Masail Kubro ke-5 Pondok Pesantren Attaujieh Al-Islamy Banyumas, 13-15 Oktober 2023, dan memberikan perspektif Islam terkait kampanye negatif.

 

Senin, 11 Desember 2023

Hukum Memilih Jenis Kelamin Menurut Islam

PPRU 1 Fiqh | Islam menganjurkan untuk berusaha memiliki keturunan melalui pernikahan. Dalam Islam, memilih jenis kelamin janin diperbolehkan selama dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syariat, seperti berdoa kepada Allah.

Para nabi terdahulu, seperti Nabi Ibrahim, contohnya, berdoa kepada Allah agar diberikan keturunan dengan jenis kelamin tertentu.

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلامٍ حَلِيمٍ  

Artinya: “Ya Tuhanku! anugerahkanlah kepadaku (seorang anak laki-laki) yang termasuk golongan orang yang saleh. Maka kami berikabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak laki-laki yang sangat sabar” (QS. As-Shaffat: 100-101).

Dalam Islam, usaha alami untuk mendapatkan jenis kelamin tertentu juga diperbolehkan, misalnya dengan mengatur pola makan atau waktu berhubungan badan.

Hadis Rasulullah menyebutkan bahwa ada faktor-faktor alami yang mempengaruhi jenis kelamin janin, memperbolehkan upaya seperti mengatur waktu berhubungan badan atau posisi tertentu. Penggunaan metode medis, seperti penyaringan sperma, juga diperbolehkan, selama tidak membahayakan ibu dan bayi serta tidak melibatkan aborsi.

Namun, penting untuk tidak menjadi anti terhadap jenis kelamin tertentu, sebagaimana yang dibenci dalam Al-Qur'an. Kita perlu tetap meyakini bahwa hanya Allah yang menentukan jenis kelamin dan rezeki keturunan. Dari semua ini, dapat disimpulkan bahwa memilih jenis kelamin janin diperbolehkan asal dilakukan dengan cara yang aman, tidak melibatkan aborsi, dan tetap meyakini bahwa rezeki keturunan berasal dari Allah. Upaya manusia juga tidak akan berhasil tanpa izin-Nya.

Jumat, 01 Desember 2023

Hukum Zakat Saham dalam Islam

 

PPRU 1 Fiqh | Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam. Sebab zakat merupakan perwujudan  rasa keadilan dan persaudaraan dalam Islam. Sesungguhnya Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa Zakat adalah kewajiban yang menyertai kewajiban shalat.

Dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 43 Allah berfirman:

وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. Zakat diwajibkan pada beberapa harta yang telah ditentukan oleh syariat dengan segala macam persyaratannya.

Modernsasi dan berkembangnya inovasi manusia memerlukan jawaban atas segala pertanyaan khususnya di bidang ekonomi.

Salah satunya mengenai hukum zakat mengenai saham. Sebelum menjelaskan tentang hukum dan peraturan zakat itu sendiri, terlebih dahulu kami akan menjelaskan pengertian dan hukum saham itu sendiri.

Dalam kitab Fiqhul Islam wa Adilatuhu, j. VII, h. 5036-nya, Syekh Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan:

أما الأسهم: فهي حصص الشركاء في الشركات المساهمة، فيقسم رأس مال الشركة إلى أجزاء متساوية، يسمى كل منها سهما، والسهم: جزء من رأس مال الشركة المساهمة، وهو يمثل حق المساهم مقدرا بالنقود، لتحديد مسؤوليته ونصيبه في ربح الشركة أو خسارتها. فإذا ارتفعت أرباح الشركة ارتفع بالتالي ثمن السهم إذا أراد صاحبه بيعه، وإذا خسرت انخفض بالتالي سعره إذا أراد صاحبه بيعه

Artinya: "Adapun saham gabungan adalah bagian-bagian para sekutu dalam perusahaan dengan saham gabungan. Modal perusahaan tersebut terbagi dalam bagian-bagian yang sama besar, yang masing-masing disebut saham.