PPRU 1 Fikih | Kawin kontrak,
sebuah fenomena yang kembali mencuat dalam sorotan publik, menjadi perbincangan
hangat yang terus dibahas oleh berbagai kalangan. Praktik ini mengacu pada
pernikahan dengan jangka waktu tertentu, seperti sebulan atau setahun, sesuai
dengan kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun, dalam konteks hukum Islam,
kawin kontrak seringkali merujuk pada istilah nikah mut’ah.
Secara normatif, para ulama sunni
telah menetapkan bahwa nikah mut’ah telah dihapus kebolehannya hingga hari
kiamat nanti. Hal ini disampaikan dalam Hasyiyah I’anatuth Thalibin, bahwa
nikah mut’ah pada awalnya dibolehkan, namun kemudian dihapus hukumnya dan tetap
diharamkan hingga hari kiamat.
Namun, menarik untuk dicatat bahwa
praktik kawin kontrak pernah dilegalkan pada masa awal Islam. Pada saat kaum
muslimin pergi berperang tanpa membawa istri mereka, muncullah kebutuhan
biologis yang harus dipenuhi. Rasulullah saw memberikan izin untuk melakukan
kawin kontrak dengan penduduk setempat sebagai solusi atas masalah ini.
Berdasarkan riwayat yang
diceritakan oleh Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah saw pada awalnya melarang
mengebiri diri sebagai alternatif untuk menahan nafsu. Namun kemudian, beliau
membolehkan untuk menikahi perempuan dengan sekerat kain untuk batas waktu tertentu,
sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari.
Tidak hanya itu, terdapat pula
riwayat yang menunjukkan bahwa praktik kawin kontrak pernah diperbolehkan oleh
Rasulullah saw. Namun, penting untuk dicatat bahwa hadits-hadits tersebut telah
dihapuskan dan dianggap tidak berlaku lagi. Kesepakatan ulama secara konsensus
juga menegaskan keharaman kawin kontrak.
Dengan demikian, meskipun praktik
kawin kontrak pernah dilegalkan dalam Islam pada masa awalnya, namun telah
dihapus dan diharamkan hingga hari kiamat. Oleh karena itu, tidak ada landasan
dalam Islam yang membolehkan praktik ini dilakukan pada masa kini.
Semoga pemahaman ini dapat
memberikan klarifikasi mengenai hukum kawin kontrak dalam Islam, serta
menghindarkan masyarakat dari praktik yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
0 comments: