PPRU 1 Fiqh | Dalam menghadapi tahun politik, fenomena kampanye negatif oleh calon pejabat publik menjadi perhatian serius. Artikel ini akan membahas dilema antara kebutuhan menginformasikan sifat buruk calon pejabat dan etika Islam yang melarang perbuatan ghibah.
Ghibah dan Kampanye Negatif
Ghibah, atau membuka aib seseorang di belakangnya, diharamkan oleh Islam. Namun, dalam konteks kampanye politik, pertanyaan muncul apakah kampanye negatif yang mengungkap keburukan calon pejabat dapat dibenarkan.
Kriteria Membuka Aib
Nasihat dan Peringatan
- Ghibah diizinkan jika tujuannya adalah memberikan nasihat dan peringatan kepada masyarakat terhadap keburukan calon pejabat.
- Contoh: Rasulullah memberikan nasihat kepada Fatimah tentang calon suaminya.
Relevansi dengan Kapasitas
Publik
- Informasi yang dibuka harus relevan dengan kapasitas calon sebagai pejabat publik.
- Contoh: Membeberkan kinerja buruk, kasus korupsi, atau kebijakan merugikan masyarakat.
Kebenaran yang Pasti
- Kampanye negatif hanya dibenarkan jika informasinya benar dan pasti.
- Contoh: Tidak menyebarkan kabar burung atau informasi simpang siur.
Dilema dan Kemaslahatan
Artikel mencermati dilema antara larangan ghibah dan kemaslahatan informasi. Meskipun membuka aib diharamkan, masyarakat perlu mengetahui keburukan calon pejabat untuk membuat keputusan yang tepat.
Penutup
Sebagai rangkuman, artikel menegaskan bahwa kampanye negatif dapat dibenarkan dalam Islam jika memenuhi kriteria nasihat, relevansi, dan kebenaran. Namun, perlu hati-hati agar tidak terjerumus ke dalam ghibah yang diharamkan.
Sumber
Artikel ini merujuk pada Keputusan
Bahtsul Masail Kubro ke-5 Pondok Pesantren Attaujieh Al-Islamy Banyumas, 13-15
Oktober 2023, dan memberikan perspektif Islam terkait kampanye negatif.
0 comments: