PPRU 1 Biografi
| Pada suatu kesempatan, Gus Dur memberikan penghormatan kepada tiga
cendekiawan Muslim di Indonesia. Beliau menyebutkan bahwa orang-orang tersebut
adalah Pak Nurcholis Madjid, Pak Quraish Shihab, dan Pak Syakur. Namun, Gus Dur
menambahkan bahwa masyarakat mungkin tidak mengenal Pak Syakur dengan baik
karena beliau hidup di kampung terpencil yang jauh dari sorotan media.
Dari tiga nama
yang disebutkan oleh Gus Dur, Pak Abdul Syakur Yasin adalah satu-satunya yang
kurang dikenal oleh masyarakat umum, meskipun belakangan namanya menjadi viral
di media sosial terutama di YouTube melalui channel pengajian umumnya dengan
akun KH Buya Syakur Yasin MA.
Buya Syakur,
sebutan akrab jamaah padanya, merupakan seorang kyai yang memiliki pemikiran
keislaman yang sangat rasional. Berbeda dengan dua nama sebelumnya, Buya Syakur
lebih memilih berkiprah membangun jalan dakwah di kampung halamannya,
Indramayu, Jawa Barat. Di sana, beliau mendirikan Pondok Pesantren
Candangpinggan.
Meskipun
memiliki gelar tinggi dari luar negeri, Buya Syakur tetap setia membangun
pesantren dan menyebarkan pemikiran keislaman di tanah kelahirannya. Gus Dur
pernah memuji Buya Syakur sebagai pemikir Islam yang sangat rasional, mampu
memadukan dua permasalahan menjadi satu, dan mengambil kesimpulan dengan tepat.
Buya Syakur
menghabiskan waktu belajarnya di luar negeri, termasuk di Timur Tengah dan
Eropa selama 20 tahun. Selama masa itu, beliau menggeluti sastra dengan
mengambil jurusan Sastra Arab di Baghdad, Linguistik di tingkat Magister, dan
Dialog Teater di tingkat Doktoral di Tunisia. Meskipun tidak menyelesaikan
program Doktoralnya secara resmi, beliau memiliki pemahaman yang luas.
Setelah
kepulangannya ke Tanah Air, Buya Syakur memilih untuk kembali ke Indramayu dan
membangun pesantren. Beliau memandang bahwa selain mengembangkan tanah
kelahiran, masyarakat di kampungnya lebih jujur dibandingkan di kota.
Buya Syakur,
dengan keahlian linguistiknya, sering menelaah makna Ayat Al-Qur'an secara
mendalam. Gaya penyampaiannya yang runut dan logis membawa jamaahnya untuk
berpikir rasional dan menemukan pencerahan sendiri.
Meskipun ada
beberapa tokoh yang tidak setuju dengan pemahamannya, Buya Syakur tetap
konsisten dan menerima kritik dengan lapang dada. Bagi beliau, perbedaan
pendapat adalah hal biasa dan menjadi motivasi untuk terus belajar.
0 comments: