PPRU 1 Fiqh | Syariat
menetapkan bahwa semua perempuan yang boleh dinikahi, maka boleh dilamar.
Sebaliknya, perempuan yang tidak boleh dinikahi, tidak boleh dilamar. Namun,
perlu diingat bahwa larangan melamar ada yang bersifat sementara dan ada yang
bersifat permanen.
Larangan Bersifat Permanen: Mahram Muabbad dan Muaqqat
Larangan yang
bersifat permanen disebabkan oleh hubungan mahram muabbad, seperti seorang
laki-laki dengan saudara perempuannya. Sedangkan larangan melamar sementara
antara lain disebabkan hubungan mahram muaqqat, seperti adik ipar dan perempuan
yang berstatus istri orang lain.
Hikmah di Balik Larangan Melamar
Hikmah di balik
larangan melamar perempuan yang berstatus mahram, baik muabbad maupun muaqqat,
begitu juga larangan melamar perempuan yang masih dalam masa iddah atau
perempuan yang sudah dilamar orang lain, antara lain karena berpotensi
timbulnya kekacauan garis keturunan, perselisihan, dan konflik sosial lainnya.
Larangan
Sementara: Masa Iddah
Adapun larangan
melamar sementara adalah melamar perempuan yang sedang menjalani masa iddah
dari suami sebelumnya. Para ulama sepakat melarang khitbah dengan ungkapan
sharih (jelas) kepada perempuan yang sedang menjalani masa iddah, baik iddah
wafat, iddah talak raj‘i, maupun iddah talak bain.
Ungkapan Sharih dan Kinayah
Maksud ungkapan sharih adalah ungkapan jelas dan terang-terangan menyatakan keinginan menikah. Di antara alasan di balik larangan atau pengharaman melamar perempuan beriddah dengan ungkapan sharih adalah adanya kemungkinan si perempuan berbohong tentang berakhirnya masa iddah, di samping adanya pelanggaran hak dari laki-laki yang menalaknya.
Dalam hal ini,
syariat juga memperbolehkan ungkapan kinayah, yaitu sindiran atau ungkapan
tidak langsung namun menyimpan tujuan tertentu. Namun, hal ini diharamkan
selama masa iddah raj‘i.
Larangan Melamar Perempuan yang Sudah Dilamar Lain
Termasuk
larangan sementara adalah melamar seorang perempuan yang sudah dilamar
laki-laki lain. Dikecualikan lamaran sebelumnya tidak diterima atau diizinkan
pelamar pertama.
Simpulan
Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa:
- Syariat
menetapkan haram menikahi atau melamar perempuan yang berstatus mahram muabbad.
- Syariat juga
menetapkan haram menikahi atau melamar perempuan bersuami atau perempuan yang
masih dalam masa iddah talak raj’i.
- Keharaman
menikahi dan melamar perempuan beriddah raj’i bersifat sementara hingga masa
iddahnya habis.
- Semua
perempuan yang sedang menjalani masa iddah, baik iddah wafat, iddah raj’i,
maupun iddah bain, haram dilamar dengan ungkapan sharih atau ungkapan
terang-terangan.
- Perempuan
beriddah talak raj’i haram dilamar, baik dengan ungkapan sharih maupun dengan
ungkapan kinayah.
- Sementara
perempuan yang ditinggal wafat dan perempuan dalam iddah talak bain kubra tidak
haram diajak menikah atau dilamar dengan ungkapan kinayah.
- Termasuk yang
haram dilakukan adalah melamar perempuan yang sudah dilamar orang lain.
Dikecualikan lamaran sebelumnya tidak diterima atau diizinkan pelamar pertama.
Hikmah di balik
larangan menikah atau melamar perempuan mahram muabbad, perempuan bersuami,
atau perempuan dalam masa iddah antara lain berpotensi timbulnya kekacauan
garis keturunan, perselisihan, dan konflik sosial. Wallahu a’lam.
0 comments: