PPRU
1 Tokoh | Berabad-abad yang lalu, kota Termez, yang kini menjadi bagian dari
Uzbekistan, melahirkan Imam at-Tirmidzi, seorang lelaki yang namanya dikenal di
seluruh dunia sebagai pelindung dan pemelihara Islam yang agung.
Namanya
lengkapnya adalah Muhammad dan dia lahir dari seorang ayah bernama
"Isa". Belum ada informasi pasti mengenai tahun lahirnya. Dr Nurudin
Itl memperkirakan tahun kelahirannya 209 M berdasarkan perhitungan matematis.
Ia
belajar di kota Khurasan, Hijaz dan Irak. Tidak ada data bahwa ia belajar di
luar ketiga negara tersebut; Syam da Mesir. Kemungkinan besar beliau juga tidak
melakukan perjalanan ke Bagdad, karena
tidak ada riwayat langsung hadits dari Ahmad bin Hanbal. Di antara ulama
besar yang menjadi gurunya adalah Ishaq bin Rahwai, Abu Zurah al-Razi, Abdullah
ad-Dalimi, Muslim Abu Dawud, dan al-Bukhari dan yang terakhir inilah yang
merupakan guru Tirmidzi paling berpengaruh.
Ia belajar pada imam besar itu dalam kurun waktu yang lama. Begitu berpengaruhnya Al-Bukhari dalam membentuk karakter At-Tirmidzi yang saleh dan wira’i serta keilmuan yang dalam, hingga Nuruddin ‘Itr mengatakan bahwa At-Tirmidzi bagaikan fotokopi dari Al-Bukhari. Ia memang khalifah (penerus) sang maha guru tersebut.
Al-Hafizh
‘Umar bin ‘Allak mengatakan: “Al-Bukhari telah wafat, ia tidak meninggalkan
penerus/murid lain yang selevel At-Tirmidzi dalam hal ilmu, hafalan, wira’i,
dan zuhud. Ia menangis sampai buta.”
Kepadanya,
ia belajar banyak ilmu, khususnya fiqhul hadits dan ‘illat hadits. Ia bercerita
mengenai kehebatan gurunya itu:
لم أر بالعراق ولا بخراسان في معنى العلل والتاريخ ومعرفة الأسانيد
كثيرا أحدّ علم من محمد بن إسماعيل
Artinya,
“Di seantero Iraq dan Khurasan, aku tidak melihat ada orang yang lebih tajam
ilmunya dari Al-Bukhari mengenai ‘illat, tarikh, dan sanad.” Kedua guru dan
murid ini sering berdiskusi.
Al-Bukhari pun mengakui kehebatan muridnya tersebut, ia meminta muridnya itu meriwayatkan hadits padanya. Ia pun dengan kerendahan hati berkomentar:
ما انتفعت بك أكثر مما انتفت بي
Artinya,
“Apa yang kuambil darimu lebih banyak daripada apa yang kau ambil
dariku.”
Selain
ribuan hadits yang ia hafal beserta sanad dan status haditsnya, At-Tirmidzi
juga memiliki pengetahuan fiqih yang sangat luas. Ia mempelajari fiqih empat
mazhab dan para mujtahid lain seperti Sufyan Ats-Tsauri, Ishaq bin Rahuwaih,
dan yang lainnya.
Untuk
fiqih Syafi’i, ia belajar mazhab qadim (pendapat Asy-Syafi’i ketika di ‘Iraq)
pada Hasan bin Muhammad Az-Za’farani, dan belajar madzhab jadid (pendapat
Asy-Syafi’i setelah hijrah ke Mesir) pada Ar-Rabi’ bin Sulaiman Al-Muradi,
keduanya adalah murid Imam Asy-Syafi’i.
Sedangkan
untuk madzhab Maliki, ia belajar pada Abu Mush’ab Az-Zuhri, murid imam malik.
Maka tak heran jika kitab Sunan-nya penuh dengan dalil-dalil fiqih berbagai
mazhab. Kitab Sunan itu sendiri menjadi bukti nyata kepakaran At-Tirmidzi dalam
bidang hadits dan keluasan pengetahuannya tentang mazhab-mazhab para mujtahid.
Ilmu
sedalam dan seluas itu takkan bisa ditampung kecuali oleh memori yang sangat
besar serta akal yang tajam.
Mengenai
kekuatan hafalannya, ada satu cerita menakjubkan yang ia kisahkan sendiri,
seperti yang dikutip Ad-Dzahabi.
Suatu
ketika, ia bertemu dengan seorang syekh (guru hadis) di salah satu jalan di
Mekkah. Beliau pernah mencatat hadits berdasarkan silsilah Syekh melalui
perantaraan orang lain. Saat bertemu, beliau langsung menghampirinya dan
memintanya untuk langsung menyampaikan hadis-hadis kepadanya.
Saat
itu, ia membawa buku catatan yang ia kira adalah buku yang sebelumnya ia
gunakan untuk mencatat hadits-hadits dari syekh tersebut, sehingga ketika syekh
tersebut meriwayatkan hadits, ia membuka buku catatannya. Ternyata salah buku,
yang ia bawa buku yang masih kosong. Hal itu lalu diketahui syekh tersebut. Ia
menegur At-Tirmidzi, “Apa kau tidak malu padaku? (Karena meminta hadits tanpa
membawa catatan)”.
Lalu
At-Tirmidzi menjelaskan alasannya dan menjawab, “Tapi aku hafal semua hadits
yang baru saja Anda sampaikan”. Syekh tersebut kemudian menyuruhnya mengulangi
hadits-hadits yang baru saja ia sampaikan, At-Tirmidzi pun mengulanginya dengan
lancar.
Sang
syekh yang seolah tak percaya dengan kemampuan hafalan yang luar biasa itu
kemudian berkata “Kau sudah mempersiapkan hafalan ini?”. “Coba berikan aku
hadits lain” jawab At-Tirmidzi. Syekh tersebut lalu menyampaikan 40 hadits
lagi, dan setelah selesai, 40 hadits itu diulangi oleh At-Tirmidzi tanpa salah
satu huruf pun.
Tentang kitab Sunan-nya, ia dengan penuh
percaya diri mengatakan:
صنفت هذا الكتاب وعرضته على علماء الحجاز والعراق وخراسان فرضوا به،
ومن كان هذا الكتاب في بيته فكأنما في بيته نبي يتكلم
Artinya:
“Aku menyusun kitab ini dan aku sodorkan pada para ulama Hijaz, ‘Iraq, dan
Khurasan, mereka pun memberi restu. Barangsiapa di rumahnya ada kitab ini, maka
seolah di rumahnya itu ada seorang nabi yang berbicara.”
Seperti
yang diceritakan ‘Ibn ‘Allak di atas bahwa At-Tirmidzi mengalami kebutaan di
akhir usianya. Imam besar itu wafat di kota kelahirannya, Termez pada tanggal
13 Rajab 279 H.
0 comments: