PPRU 1 Fiqh |
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam. Sebab zakat
merupakan perwujudan rasa keadilan dan
persaudaraan dalam Islam. Sesungguhnya Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur'an bahwa
Zakat adalah kewajiban yang menyertai kewajiban shalat.
Dalam Al-Qur'an
surat Al-Baqarah ayat 43 Allah berfirman:
وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ
وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرْكَعُوا۟ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ
Artinya: “Dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang
ruku'. Zakat diwajibkan pada beberapa harta yang telah ditentukan oleh syariat
dengan segala macam persyaratannya.
Modernsasi dan
berkembangnya inovasi manusia memerlukan jawaban atas segala pertanyaan
khususnya di bidang ekonomi.
Salah satunya
mengenai hukum zakat mengenai saham. Sebelum menjelaskan tentang hukum dan
peraturan zakat itu sendiri, terlebih dahulu kami akan menjelaskan pengertian
dan hukum saham itu sendiri.
Dalam kitab
Fiqhul Islam wa Adilatuhu, j. VII, h. 5036-nya, Syekh Wahbah Al-Zuhaili menjelaskan:
أما الأسهم:
فهي حصص الشركاء في الشركات المساهمة، فيقسم رأس مال الشركة إلى أجزاء متساوية،
يسمى كل منها سهما، والسهم: جزء من رأس مال الشركة المساهمة، وهو يمثل حق المساهم
مقدرا بالنقود، لتحديد مسؤوليته ونصيبه في ربح الشركة أو خسارتها. فإذا ارتفعت
أرباح الشركة ارتفع بالتالي ثمن السهم إذا أراد صاحبه بيعه، وإذا خسرت انخفض
بالتالي سعره إذا أراد صاحبه بيعه
Artinya:
"Adapun saham gabungan adalah bagian-bagian para sekutu dalam perusahaan
dengan saham gabungan. Modal perusahaan tersebut terbagi dalam bagian-bagian
yang sama besar, yang masing-masing disebut saham.
Saham adalah bagian dari modal perusahaan, mencerminkan hak milik pemegang saham, dan dinilai dalam istilah moneter untuk menentukan tanggung jawab mereka dan ikut serta dalam keuntungan dan kerugian perusahaan.
Jika laba perusahaan bertambah maka harga saham akan
naik ketika pemiliknya ingin menjual, dan jika perusahaan merugi maka harga
saham akan turun ketika pemiliknya ingin menjual.
Hukum mengenai
jual beli saham adalah masalah ijtihadiyah. Imam Madzhab dan para mujtahid
tidak pernah membahasnya dalam kitab-kitabnya tentang peninggalan mereka, namun
mereka mengutipnya dari beberapa referensi dalam kitab-kitab ulama modern. Oleh
karena itu, penggolongan ini didasarkan pada ijtihad ulama saat ini dengan
memperhatikan prinsip-prinsip mu'amalah Islam.
Terkait dengan
hukum saham, Syekh Wahbah mendukung pendapat Syeklh Abdurrahman Isa yang
menyatakan bahwa saham bisa dibagi menjadi 2 (dua) sesuai dengan objek
investasinya:
Pertama, saham
perusahaan industri yang tidak melakukan kegiatan perdagangan, seperti
perusahaan sablon, perusahaan pendingin, perusahaan hotel, perusahaan
periklanan, perusahaan mobil, kendaraan listrik, perusahaan angkutan darat dan
laut, dan lain-lain, tidak dikenakan kewajiban zakat.
Namun,
keuntungan yang diperoleh dari saham-saham tersebut digabungkan dengan kekayaan
pemegang saham dan Zakat dikenakan pajak di atas kekayaan pemegang saham
setelah berakhirnya satu tahun dan tercapainya Nishab Syari'ah. Nilai saham ini
diwujudkan dalam sistem, manajemen, gedung, dll.
Kedua,
saham-saham perusahaan dagang, yaitu perusahaan-perusahaan yang melakukan jual
beli barang seperti perusahaan dagang
luar negeri, perusahaan impor/ekspor, dan perusahaan distribusi produk dalam
negeri, serta beberapa perusahaan bahan baku minyak, perusahaan benang,
perusahaan minyak, perusahaan benang dll. Seperti perusahaan yang
memproduksi atau membelinya. Zakat
diwajibkan pada perusahaan tekstil, perusahaan
baja, perusahaan baja, dan perusahaan kimia.
Hal di atas
karena perusahaan ini melakukan aktivitas perdagangan, baik produksi maupun
tidak. Saham-sahamnya ditaksir dengan nilainya sekarang, setelah memotong nilai
bangunan, alat-alat, dan perkakas yang dimiliki oleh perusahaan ini. Ini
berarti bahwa perusahaan-perusahaan dagang yang murni zakat sahamnya wajib
sesuai dengan nilai perdagangan di pasar dengan laba yang ditentukan di akhir
tahun, seperti zakat barang dagangan sebesar 2,5%, jika modal dan laba mencapai
nishab syara'.
Tidak ada kewajiban zakat atas tempat berdagang dari segi bangunan dan perangkat yang ada di dalamnya. Dengan catatan adanya kewajiban zakat atas perusahaan-perusahaan industri jika hasil produksinya adalah berupa dagangan yang siap dijual atau dieksport , setelah memotong nilai alat dan bangunan.
Jika dilihat
lebih seksama lagi maka Syekh Wahbah Zuhaily dengan ketentuan yang telah dibuat
oleh BAZNAS mempunyai kesamaan mengenai zakat saham.
Perihal seperti
ap ajika di Indonesia, maka anda tidak perlu bingung karena Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) telah mengeluarkan SK BAZNAS Nomor 13 Tahun 2021 Tentang
Penerimaan Zakat, Infak dan Sedekah Dalam Bentuk Saham Syariah. Lihat
selengkapnya: https://baznas.go.id/zakatsaham#:~:text=Zakat%20saham%20dapat%20dibayarkan%20dengan,rekening%20dana%20Investor%20milik%20BAZNAS.
0 comments: