PPRU 1 News | KH. Ahmad Bahauddin Nursalim, Rais Syuriyah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim menjelaskan
bahwa kemenangan umat Islam yang bersifat permanen adalah kemenangan logika.
Khususnya dalam masalah akidah.
Hal itu dipaparkan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim di
Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta saat acara ngaji bareng dengan
tema Meneladani Khazanah Tafsir Al-Qur'an pada Senin (4/12) kemarin.
"Indonesia yang damai ini tidak lepas dari peran
kitab-kitab yang ada di Indonesia seperti tafsir kemenangan. Di Tafsir Munir
karya Syaikh Nawawi, kemenangan umat Islam itu adalah kemenangan logika. Alam
raya dimulai dari satu Tuhan," jelas ulama dengan sapaan akrab Gus Baha’ tersebut.
Ia menambahkan, dalam syarah Shahihul Bukhari, kitab Fathul
Bari dijelaskan bahwa kemenangan umat Islam yaitu memiliki akidah yang secara
akal itu nyaman. Seperti sesuatu yang ada karena ada yang mengadakan. Alam raya
seluas ini tidak mungkin diciptakan tanpa sebab yang ada.
"Jadi walaupun Islam belum kuat di awal kemunculannya,
tetapi sebenarnya Islam sudah menang secara hujjah. Islam membuat logika yang
mudah dipahami banyak orang, kemudian orang tersebut mencintai Allah dan
Rasul," imbuhnya.
Pakar tafsir asal Rembang ini mengatakan jika kemenangan
umat Islam dalam perang, kemenangan bernegara, kemenangan di strata sosial itu
tidak bersifat permanen. Buktinya Islam pernah kalah. Zaman Nabi Muhammad masih hidup saja Islam
pernah mengalami kalah di periode Makkah. Begitu juga di periode Madinah pernah
mengalami kalah di peristiwa perang Uhud.
Namun, kalah secara sosial tidak punya banyak pengaruh dibandingkan kalah secara logika. Secara logika, dalam Islam diyakini bahwa alam ini dimulai dari satu Tuhan, wajibul ujud. Tentu lebih mudah dicerna logika manusia. Karena setiap barang yang ada, pasti ada yang mengadakannya. Yang mengadakan tentu lebih kuat dari yang ada tersebut.
"Artinya mungkin secara sosial umat Islam kalah,
meskipun kita tidak ingin kalah. Namun, secara logika menang karena memiliki
konsep yang diterima akal," katanya.
Dikatakan Gus Baha, dalam Tafsir Munir hal pertama yang
dijelaskan oleh Syaikh Nawawi al-Jawi yaitu lafadz Bismillah, kenapa Al-Qur'an
diawali dengan huruf 'Ba' dan huruf 'Ba' memiliki satu titik. Itu Allah
seakan-akan mau memaklumatkan bahwa ketika seseorang mau gambar apa saja, baik
jelek maupun bagus selalu dimulai dari satu titik. Maka sebab itu, 'Ba' di sini menurut Syaikh
Nawawi yaitu bi kaana maa kaana wa bi yakuunu ma yakuunu.
Artinya dengan saya, kata Allah, yang ada menjadi ada dan
yang mau ada, saya yang mengadakan. Unsur utamanya saya. Dilambangkan dengan
titik. Begitu juga angka satu juta, satu
miliar bahkan triliunan dimulai dari angka satu. Semua dari cabang dari angka
satu. Angka satu berawal dari satu titik juga. "Andai kita meneladani
tafsir yang ada di Indonesia, maka yang dikuatkan pertama adalah akidah. Masuk
secara logika," ujarnya.
Oleh karenanya itu, Gus Baha meminta umat Islam tidak
berkecil hati ketika kalah secara sosial seperti ketika kalah kaya dari selain
Islam dan jadi buruhnya orang tidak salat. Karena dari sisi logika umat Islam
menang.
Ketika orang Islam itu bekerja dan dipandang dari segi
logika akidah Islam maka sebenarnya ia sedang melaksanakan perintah Allah untuk
bekerja. Mencari rezeki dari jalan yang diizinkan Allah.
"Jadi jangan pakai ukuran ini (kalah sosial),
sebenarnya Anda tidak perlu merasa kalah karena ketika Anda kerja dan mencari
hal halal maka di sisi Allah tidak dipandang sebagai seorang buruh. Karena
hakikatnya menjalankan perintah Allah mencari hal yang halal dan itu termasuk
ibadah. Dulu Sayidina Ali pernah kerja dengan orang Yahudi,"
tandasnya.
Selain hal yang telah disebutkan di atas, pemikiran-pemikiran
Prof. Muhammad Quraish Shihab tak luput juga dari pembahasan yang disampiakn
oleh Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tersebut.
0 comments: