PPRU 1 Fiqh | Dalam Islam,
terdapat regulasi yang mengatur segala aspek kehidupan manusia, termasuk dalam
konteks rumah tangga dan hubungan suami istri. Seorang suami memiliki tanggung
jawab untuk mendidik istrinya, dan jika istrinya tidak memenuhi kewajibannya,
suami dapat memberikan nasihat, memandu, dan jika diperlukan, memberikan
disiplin, termasuk dengan cara memukul secara ringan.
Cara menasihati
istri dalam Islam seperti itu hanya boleh dilakukan setelah melalui dua tahapan
sebelumnya, yaitu memberikan nasihat dan memisahkan tempat tidur. Ayat Al-Quran
yang sering dikutip dalam konteks ini adalah ayat ke-34 surat An-Nisa. Namun, penting
untuk dicatat bahwa memukul hanya boleh dilakukan setelah usaha-usaha
sebelumnya tidak berhasil.
Dalam konteks
ayat tersebut, memukul adalah tindakan terakhir yang ditujukan untuk menegur
dan mendidik istri, bukan untuk menyakiti atau melukai. Pukulan yang diizinkan
adalah pukulan ringan, seperti menepuk pundak, dan tidak boleh menggunakan
benda keras atau menyebabkan luka.
Namun, perlu
diingat bahwa praktik ini dapat bervariasi dan kontroversial. Beberapa ulama
menekankan bahwa menghindari pukulan adalah lebih baik, meskipun diizinkan oleh
syariat. Kesalahan atau penyalahgunaan pukulan yang menyebabkan cedera
mengharuskan suami untuk bertanggung jawab atas pengobatan dan biaya yang
terkait.
Penting untuk
memahami perbedaan antara kebolehan memukul dalam konteks Islam dengan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang didefinisikan oleh hukum positif. KDRT
mencakup segala bentuk kekerasan fisik, seksual, psikologis, ekonomi, atau
penelantaran dalam rumah tangga sebagaimana yang tertuang pada Undang-Undang
(UU) Nomor 23 Tahun 2004.. Islam secara tegas mengecam dan melarang tindakan
kekerasan semacam itu.
0 comments: