PPRU 1 Fiqh | Kosmetik halal
menjadi tren dan sangat berpengaruh saat ini terhadap keputusan umat Islam
dalam membeli make up. Tentunya tren kosmetik halal ini tidak lepas dari tumbuh
kembangnya pasar halal yang cukup diminati di Asia, Timur, Eropa dan Amerika.
Dengan keberadaan kosmetik halal
maka banyak merek yang mendaftarkan produknya pada lembaga yang memiliki
wewenang untuk mengeluarkan sertifikasi halal seperti Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH). Make up halal kini mudah sekali ditemukan dan
diverifikasi kehalalannya.
Caranya adalah dengan mengecek
apakah di kemasan make up yang dibeli ada label halalnya atau tidak.
Alternatifnya, periksa produk di situs resmi lembaga publik yang berwenang
menampilkan label Halal.
Namun, memastikan kosmetik dan
riasan yang digunakan halal bukan berarti tidak perlu menghapus riasan terlebih
dahulu jika disalahgunakan. Bukan berarti riasan halal tidak melindungi kulit
dari aliran air.
Oleh karena itu, Anda harus
memahami dengan baik apa itu riasan halal. Riasan halal artinya barang tersebut halal dan terbuat dari bahan-bahan suci serta tidak membahayakan.
Sedangkan wudhu tidak ada hubungannya dengan kehalalan produk make up yang dipakai. Sah atau tidaknya wudhu justru ditentukan dengan pemenuhan syarat sah dan rukun-rukunnya.
Salah satu syarat sah wudhu sebagaimana yang dikemukakan Syekh Syihabuddin ar-Ramli adalah:
عدم المانع الحسي من وصول الماء الطهور إلى بشرة
العضو المغسول ونحوها؛ كدهن جامد وشمع؛ إذ جري الماء على العضو المغسول شرط لصحة تطهيره
Artinya, “Tidak adanya sesuatu yang
menghalangi air suci ke kulit anggota tubuh yang wajib dibasuh seperti lemak
padat dan lilin, sebab mengalirnya air ke anggota tubuh yang dibasuh merupakan
syarat sahnya bersuci.” (Syekh Syihabuddin al-Ramli, Fath al-Rahman syarh Zubad
Ibn Ruslan, [Beirut: Dar el-Minhaj, cetakan pertama, 2009], halaman 171).
Oleh sebab itu, pengguna make up
halal, khususnya make up waterproof yang tahan air dan dapat menyumbat
pori-pori, maka harus dibersihkan terlebih dahulu.
Adapun make up yang tidak tahan
air, sebagaimana mengutip jurnal Profetika volume 2, nomor 2, halaman 224,
bahwa penggunaan make up non-waterproof pun apabila digunakan dengan tebal,
maka harus terlebih dahulu dibersihkan.
Al-Khathib asy-Syirbini dalam
Mughnil Muhtaj menyatakan salah satu syarat sah wudhu:
وَعَدَمُ
الْحَائِلِ، وَجَرْيُ الْمَاءِ عَلَى الْعُضْوِ
Artinya, “[Syarat sahnya wudhu di
antaranya] tidak adanya penghalang dan mengalirnya air ke anggota tubuh.”
(Al-Khathib asy-Syirbini, Mughnil Muhtaj, juz 1, halaman 166).
Apabila melihat hasil bahtsul
masail Pondok Pesantren Darul Falah Besongo Semarang tahun 2018, terkait sah
tidaknya shalat seseorang yang wudhunya dalam keadaan masih menggunakan make up
waterproof maka jawabannya diperinci:
Pertama, tidak sah apabila
kandungan waterproof lebih didominasi minyak daripada air, sehingga penetrasi
air ke kulit terhalang karena zat minyak tersebut layaknya minyak padat (duhnun
jamid) yang menghalangi air ke kulit. (Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu'in,
hal. 46 dan An-Nawawi, al-Majmu' syarah al-Muhadzdzab, jilid I, hal. 467-468).
Kedua, efektif asalkan tahan air, larut dalam air, dan tidak menghalangi aliran air ke kulit. Dalam hal ini, jenis riasannya tergolong minyak cair (dufunun jarin) yang tidak mewakili pembatas. Sebagaimana dinyatakan dalam Paten AS No. 2, Paten AS dicantumkan.
Kesimpulannya, pemakaian
kosmetik halal tidak ada hubungannya dengan keabsahan wudlu. Jika Anda
memakai riasan, terutama yang tahan air, harap periksa kembali apakah riasan
Anda akan larut. Demi menjaga keberhati-hatian maka seyogyanya untuk dibersihkan terlebih dahulu agar tidak
menghalangi aliran air pada saat pembersihan.
0 comments: