PPRU
1 Opinion | Bagi semua orang menulis mungkin hal yang paling tidak disukai,
termasuk bagi seluruh pengurus pusat PP. Raudlatul Ulum 1, buktinya dari sekian
pengurus ketika diminta menulis oleh tim publikasi untuk konten website
pesantren, sampai beberapa bulan hanya ada dua pengurus yang menulis atau
mungkin sampai tiga orang yang menulis, karena menulis tidak semua orang bisa,
menulis caption saja terkadang masih merasakan kesulitan seperti postingan Whatsapp,
Instagram, Facebook, dll. Bahkan, terkadang kita masih searching di Google agar
kelihatan indah ketika dibaca oleh pemirsanya. Baru kali ini sudah ada yang
muncul lagi sebuah tulisan dari pengurus termasuk yang dibaca saat ini, itupun
bukan karena dari hati nuraninya, menulis karena dipaksa kiai.
Sebenarnya
menulis dari hati yang tulus akan membuat suasana yang baik dan akan
menginspirasikan bagi semua pembacanya, begitu juga dengan sebaliknya, tulisan
karena terpaksa akan merusak suasana. Jadi, jika tidak mau merusak suasana,
jangan poligami, eh maksud saya jangan memaksa orang untuk menulis. Tetapi
kalau dipikir secara akal sehat, kapan kita bisa menjadi penulis yang baik,
menjadi orang bermanfaat bagi orang lain dari hasil tulisan kita kalau bukan
dari keterpaksaan, kapan bisa menjadi blogger yang profesional jika paksaan ini
kita sia-siakan, padahal menulis itu sebuah kebaikan. Pepatah mengatakan “apa pun itu, jika tidak dipaksa mustahil akan bisa”.
Namun
yang menjadi persoalan bagi penulis pemula adalah rasa berat, terbebani, dan
takut salah. Sering pikiran kita dihantui oleh sebuah pertanyaan bagi kita
sendiri; benarkah apa yang kita tulis? Padahal pertanyaan itu tidak harus
dijawab, cukup dipikirkan dan diaktualisasikan dengan tulisan, sehingga dengan
sering kita menulis akan terjawab sendirinya pertanyaan tersebut. Hal ini jauh
lebih baik daripada dibiarkan dan menunggu kesadaran dan kemauan
sendiri yang belum tentu kapan itu terjadi.
Awal
dari menulis yang terpaksa baik terpaksa oleh orang lain atau oleh diri sendiri
yang harus kita perhatikan adalah kondisi yang mendukung untuk membangkitkan
kemauan menulis, lingkungan yang membuat ketidaknyamanan, bosan, dan jenuh. Hal
ini akan menjadi pendukung suasana untuk menulis dan sangat penting juga tempat di mana kita menulis, karena suasana akan melibatkan
isi dari apa yang kita tulis.
Dalam
hal ini, menurut pandangan saya tentang menulis sepenuhnya di mulai
keterpaksaan dan menghilangkan sikap rasa tidak mau dan tidak mampu, kerena
esensi permasalahan menulis bukan karena tidak bisa, tetapi menyadarkan diri sendiri.
Oleh
karena itu, saya mengajak semua pembaca dan bagi saya sendiri untuk selalu
menulis setiap hari. Terpaksa atau bukan, benar atau salah. Intinya, apapun yang baik meskipun terpaksa akan menuju ke jalan yang
baik dan pastinya akan memperoleh kebaikan juga pada akhirnya.
*Oleh: Wasil Arisi (Sekretaris II PP. Raudlatul Ulum 1 Putra)
0 comments: