PPRU 1 Knowledge | Dahulu, istilah ini, saya dengar dari jemaah haji saat di Madinah. Saya sangka bahwa anjuran itu dari kitab-kitab fikih, ternyata, hal itu memiliki sumber riwayat hadis:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ
اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ: " ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻓﻲ ﻣﺴﺠﺪﻱ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﻼﺓ، ﻻ ﻳﻔﻮﺗﻪ ﺻﻼﺓ، ﻛﺘﺒﺖ ﻟﻪ
ﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ، ﻭﻧﺠﺎﺓ ﻣﻦ اﻟﻌﺬاﺏ، ﻭﺑﺮﺉ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﺎﻕ "
Dari
Anas bin Malik bahwa Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda: "Barang
siapa yang salat di masjid saya sebanyak 40 kali Salat (8 hari), tanpa
tertinggal satu salat maka ditulis baginya bebas dari neraka, selamat dari
siksa dan terlepas dari sifat munafik"
Para
ulama kalangan ahli hadist berbeda pendapat soal daif tidaknya. Al Hafizh Al
Haitsami berkata:
ﺭﻭاﻩ ﺃﺣﻤﺪ، ﻭاﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ ﻓﻲ اﻷﻭﺳﻂ، ﻭﺭﺟﺎﻟﻪ ﺛﻘﺎﺕ
Hadis
riwayat Ahmad dan Thabrani dalam Mu'jam Ausath, para perawinya terpercaya
sebagaimana di Majma' Zawaid.
Kecenderungan
beliau memberi penilaian Hasan karena menjadikan hadis ini sebagai penguat pada
hadis Tirmidzi yang akan disebutkan di bawah.
Akan
tetapi para ulama Salafi Wahabi menilai daif, dengan alasan ada perawi yang
tidak diketahui, yaitu:
ﻧﺒﻴﻂ ﺑﻦ ﻋﻤﺮ، ﻓﻘﺪ ﺗﻔﺮﺩ ﺑﺎﻟﺮﻭاﻳﺔ ﻋﻨﻪ ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﺃﺑﻲ اﻟﺮﺟﺎﻝ، ﻭﺗﺴﺎﻫﻞ اﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﺄﻭﺭﺩﻩ ﻓﻲ "ﺛﻘﺎﺗﻪ" ٥/٤٨٣.
Nubaith
bin Umar, hanya Abdurrahman bin Abi Rijal seorang diri yang meriwayatkan
darinya. Dan Ibnu Hibban bersikap gampangan (tidak ketat). dia memasukkan
dalam kitab Tsiqatnya (5/483)
Apakah
seandainya hadis ini daif boleh diamalkan? Tentu boleh, sebab sudah populer
bahwa Imam Ahmad dan ulama Salaf lainnya membolehkan untuk mengamalkan hadis
daif untuk memotivasi dalam melakukan kebaikan dan salat berjamaah termasuk bab
keutamaan;
قال أحمد بن حنبل إذا روينا عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: في الحلال والحرام شددنا في الأسانيد وإذا روينا عن النبي صلى الله عليه وسلم في فضائل الأعمال ومالا يضع حكماً ولا يرفعه تساهلنا في الأسانيد. (طبقات الحنابلة - ج ١ / ص ١٧١)
Ahmad
bin Hambal berkata: “Bila kami meriwayatkan dari Nabi tentang hukum halal dan
haram, maka kami sangat selektif dalam hal sanad. Jika kami meriwayatkan
keutamaan amal dan selain hukum, maka kami bersikap gampangan dalam sanad”
(Syekh Ibnu Abi Ya'la, Thabaqat Al Hanabilah, 1/171)
Adakah
ulama otoritatif yang beristimbath dengan hadis tersebut? Ada, yaitu Fatwa
Ulama Mesir:
ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻥ اﻹﻧﺴﺎﻥ ﺣﺮا ﻓﻰ ﺇﻗﺎﻣﺘﻪ ﻭﻓﻰ ﺳﻔﺮﻩ ﻓﺎﻷﻓﻀﻞ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ ﻫﺬا اﻟﻌﺪﺩ، ﺑﻞ ﻭﺃﻛﺜﺮ ﻣﻨﻪ ﻧﻈﺮا ﻟﻠﺜﻮاﺏ اﻟﻌﻈﻴﻢ، ﻓﺈﺫا ﻛﺎﻥ ﻣﻀﻄﺮا ﺇﻟﻰ اﻟﺴﻔﺮ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻰ اﻝﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻓﻼ ﺣﺮﺝ ﻋﻠﻴﻪ، ﻓﻬﺬا ﺃﻣﺮ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﻭﻟﻴﺲ ﺑﻮاﺟﺐ
"Jika
seseorang secara leluasa menetap di Madinah dan bepergian maka yang utama
adalah melakukan salat 40 berjamaah ini, bahkan lebih banyak, melihat agungnya
pahala. Jika dia terpaksa bepergian sebelum salat 40 kali maka tidak apa-apa
karena ini adalah anjuran, bukan kewajiban" (Fatawa Al Azhar, Bab
Ahkamus salat Hal. 13)
Saya
berharap setelah terbiasa salat jemaah 40 kali
menjadi jembatan untuk berjamaah pada jumlah yang lebih berat yaitu 40 hari:
ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ، ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﻣﻦ ﺻﻠﻰ ﻟﻠﻪ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻓﻲ ﺟﻤﺎﻋﺔ ﻳﺪﺭﻙ اﻟﺘﻜﺒﻴﺮﺓ اﻷﻭﻟﻰ ﻛﺘﺐ ﻟﻪ ﺑﺮاءﺗﺎﻥ: ﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﺎﺭ، ﻭﺑﺮاءﺓ ﻣﻦ اﻟﻨﻔﺎﻕ
Dari
Anas bin Malik bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
"Barang siapa salat 40 hari berjamaah, menjumpai takbir pertama,
maka dia dicatat 2 kebebasan, terbebas dari neraka
dan bebas dari sifat munafik" (HR Tirmidzi, banyak ulama menilai sebagai
hadis Hasan karena jalur riwayat yang banyak).
Kita
tahu 40 hari adalah bagian dari proses pembiasaan sehingga diharapkan akan
selalu melakukan salat secara berjamaah. Amin.
*Oleh:
KH. Ma’ruf Khozin (Ketua Komis Fatwa MUI Jatim, Ketua Aswaja Center PWNU Jatim
dan Dewan Pengasuh PP. Raudlatul Ulum 1 Ganjaran)
0 comments: