Judul: The Labyrinth
Penulis: Syarifah Fatima Musawa
Penerbit: PT. Zamrud Khatulistiwa Media
Tahun: 2019
Tebal: 129 halaman
Pernah ngerasa nggak sih, berada di titik kegalauan tanpa
sebab? Suatu kegalauan dan
kegundahan yang berada pada diri kita adalah sebuah pilihan yang telah kita
pilih sendiri untuk menyelimuti diri kita. Yang menjadikan kegundahan menjadi
teman kita, kegalauan
yang terkadang singgah pada diri kita, merupakan hal yang wajar seperti ketika
kita mengingat-ingat kembali setiap detail kenangan menyedihkan yang pernah
terjadi dan tanpa sadar menjadikan diri kita terlarut dalam lautan kesedihan.
Ketika
terluka, sedih itu wajar, menangislah. Tapi setelah itu jangan pilih kesedihan. Sebab, kalau kamu pilihnya sedih, nanti akan
muncul pertanyaan dalam diri kamu, bahwa “aku tidak pernah bahagia” atau
“aku tidak tahu seperti apa kebahagiaan itu”. (hal 97)
Buku
“The Labyrinth” ini dikelola dan disajikan kepada para pembacanya untuk lebih
banyak lagi bermuhasabah (intropeksi diri). Sejatinya kebahagiaan dan kesedihan
itu adalah pilihan dari kita sendiri. Suatu kebahagiaan tak pernah melangkah
pergi, karena sesekali kebahagiaan mengunjungi diri kita lewat berbagai
kejadian dalam hidup kita, akan tetapi seringkali dari kita tidak menyadarinya.
Sebab, bagaimanapun jalan yang sering kita pilih
adalah luka dibandingkan menyukuri segala pemberiannya, oleh karena itu, buku
“The Labyrinth” ini hadir untuk menyadarkan kita semua tentang perihal
tersebut.
Ada
sebuah perkataan hikmah yang berbunyi sebagai berikut: “Kalau seorang hamba
mengetahui apa yang terjadi di balik
tabir takdir Allah SWT, maka dia tidak akan mengharap atau meminta apapun
selain apa yang sudah ia memiliki. Kenapa? Karena Allah tahu yang terbaik untuk
kita, meskipun yang terbaik itu tidak selalu kita sukai.
Terkadang Allah SWT tidak memberikan kita sesuatu yang
kita inginkan, tapi memberikan sesuatu yang kita butuhkan, walau terkadang
seringkali terjadi prasangka buruk (suudzon) pada diri kita terhadap
Allah SWT. Sebagaimana di dalam hadist
qudsi yang artinya: “Aku berada pada prasangka hamba-Ku, maka hendaknya ia berprasangka terhadap-Ku seperti apa yang dia inginkan”
Di
dalam buku ini juga dijelaskan bagaimana sikap yang harus kita ambil ketika
kita berada di tengah-tengah lingkungan yang
menilai kita “Sok Suci, sok syar’i, sok alim, dan sok sok yang lainya”. Dan
ternyata sungguh menakjubkan bahwasanya Rasulullah SAW sudah pernah membahas
perihal ini dari seribu empat ratus tahun yang lalu, saat agama kita mendapat
cacian, hujatan, fitnah, dan lain-lain.
Mereka
yang melakukan perbuatan tersebut terhadap agama Islam tak lain disebabkan
karena mereka tidak tahu dan dangkalnya kepahaman mereka mengenai agam Islam.
Dan alangkah baiknya kita, sebagai penganut agama
Islam, sudi memberitahu dan membuat mereka mengerti
dengan budi pekerti mulia yang penuh kasih saying, bukan dengan kata-kata yang semu.
Islam
adalah agama yang indah, adil dan sama sekali tidak pernah menganjurkan umatnya
untuk berburuk sangka pada sesama, bahkan kepada yang non-muslim sekalipun. Kita tetap diminta untuk berakhlak baik dan selalu berbaik
sangka. Kalau bukan kita sendiri yang menerapkan
apa yang telah diajarkan oleh agama kita, jangan
salahkan orang lain ketika merek terus
beranggapan buruk terhadap agama kita.
Buku “The labyrinth” adalah buku yang sangat pas dibaca
ketika kita ingin memperbanyak merenungi diri dan menjadi pribadi yang lebih
baik. Juga cocok dibaca oleh semua kalangan termasuk kalangan remaja, karena
bahasanya yang ringan akan tetapi mengena di hati.
0 comments: