Pujian kepada Tuhan
patut kita panjatkan. Yang telah mengutus seorang utusan. Panutan insan bahkan
rahmat sekalian alam. Yakni kanjeng Nabi Muhammad SAW. Beliau diutus oleh Allah
SWT dengan membawa Agama Islam yang penuh dengan segudang
Ilmu Syariat dan aturan. Dengan wafatnya Nabi Muhammd SAW, beliau mewariskan
ilmu-ilmu itu kepada para Ulama. Guna untuk disebarkan kepada seluruh umatnya
sampai hari kiamat.
Dengan berkembangnya zaman, tentu ilmu semakin banyak macamnya.
Ilmu yang dahulu tidak ada, kini telah banyak bermunculan dan berkembang
dimana-mana. Karena itu banyak lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu-ilmu
baru itu. Hampir seluruh dunia mengajarkannya. Seiring dengan semakin
meningkatnya populasi manusia di muka bumi ini. Sehingga banyak sekali orang
yang nganggur alias tidak mempunyai pekerjaan. Dengan salah satu sebab
inilah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama atau ilmu syariat seperti
pondok pesantren mulai sedikit peminatnya.
Adapun dalam lembaga pendidikan formal (sebutan akrab bagi lembaga
yang mengajarkan ilmu umum atau bukan ilmu agama) jarang atau bahkan tidak ada
pendidikan tentang moral dan etika. Sehingga tidak sedikit dari mereka yang
mencari ilmu tidak sesuai dengan etika mencari ilmu. Misalnya membakang
perintah guru, tidak menghormati guru, bahkan ada yang sampai melawan gurunya.
Dengan pemandangan seperti ini para guru dan orang tua atau wali murid banyak yang
mengeluhkannya.
Beda dengan lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama seperti
pondok pesantren. Pondok pesantren yang kental dengan sebutan “santri yang
akhlaknya mulia”, tentu di pondok pesantren mereka diajari ilmu tentang moral
dan etika. Baik kepada ilmu, guru, orang tua dan lain sebagainya. Dan itu memang
kunci untuk mendapat ilmu yang nantinya bisa bermanfaat dan barokah.
Dengan demikian para orang tua atau wali murid memiliki dua
kegundahan. Pertama mereka harus memikirkan masa depan anaknya, yang khususnya
lebih mengarah pada mempunyai pekerjaan. Kedua semakin menurunnya pendidikan
tentang moral dan etika, seperti contoh diatas. Sehingga mereka bingung dengan
putra putrinya, antara dimasukkan ke pondok pesantren atau disekolahkan ke
lembaga formal.
Baru-baru ini marak lembaga pendidikan formal yang berpromosi
dengan iming-iming sekolah sak ngajine, sekolah sak mondoke, yo ngaji
yo sekolah, kuliah sak ngajine dan semacamnya. Mungkin itu untuk menarik
peminat para orang tua untuk mengatasi dua kegundahan diatas. Sehingga dengan embel-embelsak
ngajine atau sak mondoke, para orang tua akan lebih tertarik untuk
memasukkan anaknya ke lembaga tersebut, “karena masih ada ngaji-ngajinya atau
dengan mondok” mungkin itu yang ada dalam pikirannya.
Maka tidak sedikit dari para orang tua yang mulai tertarik.
Sehingga putra putrinya dimasukkan kelembaga tersebut. Dampak dari itu yakni
pondok pesantren menjadi sasaran empuknya. Mereka disekolahkan sekaligus
dipondokkan. Mungkin karena sekolah yang lebih di kedepankan, pondok hanya
dijadikan tempat mandi, makan dan tidur. Mungkin itu karena dilandasi dengan
komitmennya yang telah disebut yaitu “sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine,
kuliah sak ngajine atau yang sebagainya” alias dengan mengedepankan sekolah
dari pada ngajinya atau mondoknya. Makasering ditemukan anak yang sekolah sak
mondoke tidak betah di pondok pesantren dan akhirnya berhenti (boyong). Dan
melanjutkan sekolahnya dengan sistem pulang pergi, yakni berangkat dari
rumahya. Itu karena kegiatan lembaga formal itu banyak yang tidak sesuai dengan
peraturan pondok pesantren. Dan itu hanya semakin menambah kesedihan orang tua.
Tapi sekolah sak mondoke, sekolah sak ngajine dan semuanya itu, itu
hanya sebuah promosi. Untuk mencapai yang dicita-citakan, para murid harus
menumbuhkan dalam hatinya sendiri apa yang ingin dia capai. Jikasang pembaca
itu santri. Maka harus ditumbuhkan dalam hati “ngaji sak sekolahe” yakni lebih
mengedepankan pondok daripada sekolah. Itu karena mengingat tujuan pembaca
masuk ke pondok pesantren ini. Jika dia ingin lebih mendalami ilmu agama, maka
sebaiknya mengedepankan pondok pesantrennya. Begitu juga sebaliknya. Memang
dalam segala hal itu pasti ada pengorbanan. Tapi lebih baik lagi jika dia
dapatmenyeimbangkan keduanya. Sehingga dia tidak hanya mendalami satu ilmu
saja. Akan tetapi mendapat banyak ilmu dari taman ilmu. Dan inilah yang harus
kita harapkan dan pikirkan bagaimana caranya. Sabarlah mencari cara itu dan
semoga kuat menjalainya. Aamiin.
0 comments: