Cerita sang nahkoda
Oleh : Muhammad Farhan
Walaupun terlahir dari ayahnya, tak lantas untuk menjadikannya
manusia yang lupa terhadap ibunya, apalagi durhaka.
Mungkin, atau sudah dalam taraf pasti, kebanyakan dari manusia
adalah terlahir dari rahim seorang ibunda. Bukan dari ayahanda. Namun masih
juga banyak dari mereka yang tidak menaatinya.Meskipun terlahir darinya.Tapi
tidak dengan ia. Walaupun dilahirkan dari ayahnya, tak lantas membuatnya untuk
lupa pada ibunda. Apalagi durhaka.
Perkenalkan. Namanya Mukhlis Akmal. Salah satu, atau bahkan
satu-satunya species makhluk hidup dimuka bumi yang terlahir dari ayahnya.
Entah mukjizat atau bukan, entah spesial atau bukan, tapi memang begitulah
adanya.
Terlahir dari keluarga ber-uang tak lantas membuatnya untuk lupa
lautan. 2010 ia merantau. Tiga harmal dihantam gelombang tak membuatnya untuk
patah arang. Ia teruskan berlayar. Dengan bentangan layar yang ditiup harapan,
dengan rakitan perahu yang terbuat dari kerja keras, dengan angin yang
meniupkan niat, ia berlayar disamudra lepas dihantam gelombang putus asa, badai
rindu orang tua, guntur peluntur wanita. Tapi karna tekatnya untuk menjadi
manusia akmal-lah semua gelombang, badai, halilintar ia lalui dengan
keringat yang terus diperas, dengan semangat yang tak lepas.Bersama perahu
rakitan sendiri, terhadap samudra mengarungi.
10 tahun berlalu dan kini menahkodai publikasi. Sebelum menjadi
nahkoda, ceritanya, ia juga pernah menjadi pegawai pada bagian juru tulis disebuah
kapal yang bernama akhbar. Kala itu, lanjutnya bercerita, dengan terus
dimentori para tetua, para pegawai dikapal itu sangatlah dituntut untuk selalu
ber-etos kerja, konsisten, kompeten dan telaten.
Berbeda dengan apa yang terjadi dikapal itu sekarang. Walaupun
samadituntutnya, namun apa yang terjadi pada dewasa ini tidaklah sama dengan
apa yang terjadi dimasa yang terlampaui. Hal ini disebabkan banyak faktor dan
salah satunya adalah kurangnya mentor. Faktor inilah yang dianggap sangat
mempengerahui hal tadi terjadi.
Dulu, pada masa itu, selain itu, ia sering kali diperintahkanoleh
sinahkoda yang berkuasa untuk menulis tulisan yang ia sendiri tidak terlalu
menguasai akan tulisan yang kepadanya sebuah tulisan teralamatkan. Hal tersebut
tidaklah terjadi hanya satu atau dua kali. Melainkan berkali-kali.
Pada waktu itu, ceritanya, ia masih bocah dalam dunia juru tulis.
Pengalaman menulisnya, pada waktu itu, tak sedewasa saat ini, saat menahkodai
publikasi. Kala itu, ia sering mengalami hal yang sering juga dialami oleh
penulis yang masih bocah. Ia sering terperangkap dalam kesunyian kata,
terpenjara dalam hampa. Walau penuh tekanan, ia terus saja melanjutkan. Ia
terus saja menuruti apa yang dikata oleh sinahkoda. Sebagai pegawai tak
bergaji, apalah daya ini, lanjutnya bercerita.
Ya. Ia bekerja dan ia tak digaji. Mukhlis betul hidupnya
memang. Pada mulanya memang tak ia rasakan dampak dari keikhlasannya. Namun
setelah waktu terus berlalu,ia baru sadar bahwa apa yang ia telah lalui selama
menjadi pegawai telah memberinya banyak pelajaran. Bukankah tiada hal
tersia-sia tentang apa yang dicipta? Dan ia mengalami betul akan hal itu. Pada
mulanya ia tak merasakan apa yang ia dapatkan dari sebuah pekerjaantak
berpenghasilan yang ia lakukan. Tapi setelah waktu berlalu, ia baru sadar bahwa
apa yang ia pernah temui, kini malah menemui. Dan dengan bekal yang ia bawa
dari zaman yang telah berlalu itu, ia dapat bertahan hidup dari kegersangan
fikir yang biasa melanda setiap manusia.
Ia terus saja bercerita, lama. Hingga dapatlah penulis simpulkan
bahwa ada tiga pesan pokok yang ia ingin sampaikan.
Pertama. Jadilah mukhlis sehingga engkau menjadi manusia yang
selalu dipenuhi keikhlasan.
Kedua. Jadilahakmalsehingga engkau menjadi manusia yang
selalu mengejar kesempurnaan.
Ketiga. Jadilah keduanya sehingga engkau menjadi manusia yang selalu
diteduhi harapan lagikeikhlasan.
Demikian. Sekian. Wassalam.[]
0 comments: