PELANGGARAN BERDALIH PENGABDIAN
Oleh : Muhammad
anas
Dalam
dunia pesantren sudah tak pelak lagi dengan berbagai macam kegiatannya yang
menumpuk.
Hingga terkesan
padat dengan hiruk-pikuk santri yang berlalu-lalang melaksanakan kewajibannya.
Tak heran, jika kebanyakan santri yang baru masuk pesantren mengeluh nggak
krasan tiap kali dikunjungi oleh orang tuanya. Terkadang hingga tak terasa
kucuran deras tangis
telah mengalir membanjiri pipinya yang membuatnya
semakin terlihat lencu dan lesu, bak orang melas yang butuh untuk
dikasihani. Tak cukup disitu saja, terkadang juga dibubuhi dengan rengean manja
yang membuat kemelasannya semakin nampak. Tapi hal itu memang sudah
menjadi sebuah tradisi lama yang sudah tidak asing lagi bagi para santri
senior. Karena mereka-santri baru- masih belum terbiasa dengan dunia
barunya, sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu.
Tentunya dengan kegiatan yang begitu banyak. Tak cukup satu dua orang untuk mengurus dan mengawal
semua kegiatan agar berjalan sesuai dengan aturannya. Butuh beberapa orang untuk
mengawal jalannya kegiatan pesantren. Dalam hal ini pengasuhpun mengangkat
beberapa santri senior untuk ikut andil dalam membantu berjalannya kegiatan, engan
menempatkan mereka yang telah
dipilih oleh kyai dalam beberapa
bidang kepengurusan. Sebenarnya tak cukup sampai situ saja, kerjasama yang
solidpun juga dibutuhkan, baik antara pengurus dengan pengurus maupun pengurus
dengan santri biasa (santri yang belum diberi mandat sebagai pengurus). Jika
semuanya sudah berjalan beriringan dan terikat dengan erat, menjadi sebuah satu
kesatuan yang kuat, maka sudah pasti akan terlihat apik dan indah. Hasil yang
diharapkan pun tak akan mengecewakan.
Dengan
gelagat pesantren yang padat akan kegiatan ini, tentunya tak akan lepas juga
dari siasat beberapa santri yang sengaja memanfaatkan moment tersebut untuk
melakukan pelanggaran. Mulai dari yang ringan hingga yang berat. Penguruspun
harus memutar otak selain juga
harus menjalankan tugas-tugas lainnya yang semakin menumpuk dan tak kalah
berat-untuk mengatasi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh santri-santri “mbeling” bahasa jawa ini. Keluh-mengeluhpun juga tak terhindarkan pula
terjadi antara pengurus, meskipun tak dibarengi dengan rengean atau istilah
yang dikenal dengan tangisan. Bak anak yang
baru mondok, meskipun sebenarnya mereka santri senior. Hanya saja keluh-kesah
pengurus ini bukan dikarenakan nggak krasan, tapi karena letih mendengar
pelanggaran yang tak kunjung usai, selain juga dikarenakan faktor usia, yang
sebagian dari mereka ini memang sudah waktunya untuk ”pindah kamar”,
kira-kira begitulah istilahnya, hehe. Ya, ini terlihat ketika mereka berbincang
santai membicarakan tentang kegiatan pesantren dan santri. Yang biasanya
disela-sela itu disisipkan guyona-guyonan yang menggelakkan dan membuat
perut kembung. Tak luput, kadang gojlok-menggojlok pun tak terelakkan
pula. tapi semua itu hanya sekedar untuk menghibur dan me-refresh diri.
Dipesantren
pada umumnya, tak hanya mengangkat sebagaian santrinya untuk membantu kyai
dalam mengurus pesantrennya, tetapi juga mengangkat sebagian santri sebagai abdi
ndalem-nya. Yang bertugas setiap hari untuk membantu pekerjaan rumah tangga
keluarga ndalem. Tentunya ini merupakan sebuah moment yang baik dan
membahagiakan karena bisa lebih dekat dengan keluarga ndalem sekaligus
bisa membantu pekerjaan rumah tangga kyai. Selain juga dikarenakan yang menjadi
abdi ndalem ini hanyalah santri beruntung yang langsung dipilih oleh
kyai.
Lepas
dari itu semua, sebenarnya menjadi abdi ndalem itu juga ada amanah besar
yang harus mereka emban karena sudah dipercaya oleh kyai untuk membantu di ndalem-nya.
yang tak jarang terkadang sebagian mereka melupakan hal itu. Sehingga terjadi
beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh mereka. Entah itu berupa pelanggaran
langsung, semisal tidak masuk kegiatan dengan dalih lelah, capek karena selesai
bantu-bantu di ndalem, ataupun pelanggaran yang tak langsung, semisal
membawa gadget atau kendaraan bukan pada saatnya dengan dalih dibutuhkan
oleh ndalem, supaya mempermudah pekerjaan di ndalem, dan berbagai
alasan yang sejatinya hanya untuk pembelaan atas perbuatannya dan kesenangan
diri belaka. Padahal tak pernah ada perintah untuk membawa ataupun menggunakan
itu semua. Karena semua ada masanya.
Hal ini
pun menjadi masalah yang alot untuk diselesaikan, karena sebagian mereka
membawa-bawa nama kyai sebagai alasan. Sehingga tak sedikit dari pengurus
kadang lepas tangan untuk menyelesaikannya. Tak hanya itu, terkadang
sebagian mereka dengan sengaja tak aktif bahkan tak pernah masuk sama sekali
dalam kegiatan pesantren dengan dalih yang sama. Padahal kyai tak pernah
menyuruh mereka untuk membantu 24 jam penuh. Bahkan kyai terkadang menyuruh
mereka untuk menyelesaikan kegiatan dipesantren terlebih dahulu baru kemudian
membantu di ndalem.
Bagi
santri-santri yang malas dan tak suka dengan kegiatan dan tata
tertib pesantren, ini akan menjadi kesempatan emas untuk tidak mengikuti
kegiatan pesantren dan melanggar peraturan dengan cara berlomba-lomba untuk
menjadi abdi ndalem. Sehingga ketika nanti kedapatan melakukan pelanggaran, mereka akan menggunakan pengabdian sebagai dalih untuk membela diri. Tanpa mereka sadari
bahwa sebenarnya pengabdian bukan alasan untuk bisa meninggalkan kewajiban.
Yang wajib tetap lah wajib. Pengabdian tak bisa menghapuskan kewajiban. Pengabdian
bukanlah legalitas untuk bertindak semaunya dipesantren. Mau tidak mau itu
harus disadari oleh segenap santri. Ngabdi ya ngabdi, peraturan
ya harus tetap ditaati.
“Lebih baik
tidak jadi abdi ndalem kyai, jika dihati santri terbesit niat memanfaatkan
posisi untuk melanggar tata tertib pesantren.”
Begitulah
kira-kira twetan Gus Abdurrohim said dalam postingan facebooknya.
0 comments: