foto ini diambil saat acara maulid di aula lantai II
Bahanya Tradisi Buruk bagi Pesantren
Oleh: Shofi
Mustajibullah
Didalam peradaban pesantren. Kental sekali istilah riyadhoh yang disebut tirakat. Semua pesantren selalu dan pasti memahami akan hal itu. Bahkan ada beberapa pesantren yang memang disitu dikhususkan untuk konsisten dalam menjalani beberapa riyadhoh atau tirakat tertentu. Banyak sekali jenis dari tirakat dan tidak pasti seperti apa itu tirakat. Yang jelas, sesuatu apapun jika itu di niati tirakat disertai dengan niatan yang lillahi taala, sudah bisa di katakan sebuah tirakat.
Namun, apakah tirakat sebuah penyiksaan? Mungkin ada beberapa orang berpendapat seperti itu. Menganggap pesantren sebagai “penjara suci" dan perumpamaan lainnya. Lalu, apakah pesantren sebuah tempat penyiksaan?
Jawabannya jelas bukan. Hidup bukan melulu tentang bersenang-senang, selalu ingin memuaskan hasrat tubuh, mengejar kesenangan dengan anggapan merupakan kebaikan tertinggi. Bukan seperti itu kebaikan tertinggi. Dalam menanggapi hal ini, filsuf asal Yunani Plato memaparkan beberapa poin: (1) Kesenangan bukanlah kebaikan tertinggi bagi manusia. (2) Apabila Anda memburu kenikmatan sebagai kebaikan tertinggi, sebagai akhir moral Anda, itu akan menghancurkan Anda.
Lanjutnya, kebaikan tertinggi bagi apa pun,
manusia atau bukan manusia, ialah untuk memenuhi kodratnya sendiri. Seperti apa
kodratnya manusia? kodrat manusia adalah Ibadah kepada Allah. Di sisi lain,
menurut Imam Ghozali di dalam kitabnya Minhajul Abidin ada empat perkara yang
menghambat seseorang bertaubat, salah satunya ialah nafsu. Cara untuk
mengendalikan nafsu agar seseorang bisa mencapai Aqabah Taubat adalah dengan
riyadhoh/tirakat.
Di pesantren, semua santri di gembleng
untuk mau berriyadho/tirakat. La budda. Supaya mereka bisa mencapai kodratnya
sebagai manusia sekaligus mencapai kebaikan tertinggi dan bisa menikmati
kehidupan.
Roman ragawi, Seperti raga itu sendiri,
adalah pinjaman, jangan tetapkan hatimu terarah pada mereka, karena mereka
hilang hanya dalam satu jam. Carilah roman ruh itu yang bertempat di atas
langit. (Maulana Jalaluddin Ar-Rumi)
Wallahu a’alamu bisshoab
Refrensi :
Lavine, T.Z. 2020, From Socrates to Sartre, Immortal
Publishing dan Octopus, Yogyakarta.
Rumi, Jalaluddin. 2019, Semesta Matsnawi , Forum,
Yogyakarta
0 comments: