Bucin atau budak cinta, yang saya lebih suka menyebutnya dengan bumbu micin, adalah jenis manusia yang rela mengorbankan apapun demi pasangannya, meskipun pada dasarnya dia sendiri tidak mau melakukan itu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tidak di temukan arti
dari kata bucin itu sendiri. Karena bucin adalah bahasa anak gaul yang
merupakan akronim dari kata budak cinta.
Memang tidak ada kajian-kajian khusus atau
kajian akademis tentang bucin, yang ada hanya artikel-artikel
bebas yang dimana isinya atau konotasinya buruk tentang makluk yang bernama
bucin ini.
Di dalam beberapa artikel yang saya pernah baca, orang yang bucin
ini mempunyai ciri-ciri khusus yang diantaranya adalah: dia pasti mempunyai pasangan.
Ya iya lah, karena untuk membucin itu harus ada obyek sasaran. Kalau enggak
punya pasangan, mau ngebucin pada siapa?
Yang kedua
adalah dompetnya plong. Karena uangnya dihabiskan untuk membiayai keinginan
pasanganya. Yang mau beli ini lah, yang mau beli itu lah. Atau habis digunakan
untuk membeli bensin, karena dia sibuk kesana-kemari
membawa pasangannya hanya demi membahagiakan dia. Baik pergi ke tempat wisata
maupun antar jemput ke sekolah, karena
kebanyakan dari makluk bucin ini masih berstatus pelajar.
Yang ketiga yaitu sang bucin ini tidak akan mempunyai teman. Karena
seluruh waktunya habis digunakan untuk kekasihnya. Kalau siang dia selalu
sibuk, yang alasan mau mengantarkan pasanganya ke stasiun lah, yang masih menjaga
yayangnya lah, atau lain-lain. Kalau malam
dia enggak bisa di ajak keluar, karena masih melayani kekasihnya, baik WhatsaAp-an, telefonan
atau bahkan videocall-an.
Wajarlah,
namanya saja budak, dia pasti sibuk melayani majikannya. Bahkan disuruh membeli
pembalut di warung pun dia mau. Level
bucin yang paling parah adalah dia mau bertukar password media sosial dengan pasangannya. Untuk
apa coba? Kalau percaya ya percaya saja, enggak
usah pakaitukar password.
Jika pandangan orang tentang bucin itu negatif, pasti ada lawannya,
yaitu positif. Karena begini, terkadang cinta itulah yang membuat kita lebih
giat, baik bekerja maupun belajar karena kita mendapat suport atau
dukungan dari pasangan kita. Saat kita menang, dialah yangmembuat kemenangan
kita menjadi lebih sempurna. Dan di saat kita jatuh, dialah yang membantu kita
untuk bangkit dan maju kembali. Dan saya lebih suka menyebut orang orang yang
seperti ini sebagai Pejuang Cinta.
Karena saya
sendiri tidak mau hidup dengan orang yang hanya mau diperjuangkan saja. Karena
berjuang sendiri itu sulit, oleh karena itu marilah kita mencari pasangan yang
sama-sama mau berjuang, agar kesulitan yang kita hadapi itu menjadi lebih
ringan. Jika pejuang di pertemukan dengan pejuang maka akan menghasilkan generasi pejuang juga.
Ditulis Oleh: A. Imam fathoni
0 comments: