oleh: Abilu Royhan
Bagi kita yang telah masuk pondok
pesantren untuk menuntut ilmu agama, kata “bermasyarakat” menjadi suatu hal
yang harus kita perhatikan. Harus kita pelajari bagaimana caranya menghadapi masyarakat ketika kita pulang
dari tempat yang penuh dengan berkah para masyayikh kita ini.tujuannya adalah agar kita dapat mengambil hati
masyarakat sekitar kita, lalu kita ajak ke ajaran-ajaran yang di-nas oleh Alquran,
hadis dan keputusan
para ulama.
Salah satu cara
agar kita dapat bermasyarakat adalah dengan memanfaatkan momen liburan pondok pesantren untuk belajar
lebih banyak tentang kehidupan bersama orang-orang sekitar. Salah satunya adalah dengan
mengikuti acara-acara yang ada di kampung halaman kita, seperti Tahlilan, Yasinan, Tadarus Ramadan, dan lain-lain,agar kita bisa
berbaur dan berdialog dengan mereka. Dengan adanya liburan, selain untuk
menenangkan sejenak otak-pikiran kita yang setiap hari setiap jam setiap menit
telah kita gunakan untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, juga kita gunakan untuk
mempraktikkan ilmu-ilmu yang sudah kita dapat selama satu tahun atau lebih ini.Liburan
juga menjadi ajang latihan bermasyarakat ketika kita sudah pulang atau berhenti
dari pondok pesantren, supaya kita tidak tergolong dengan orang yang dikatakan
oleh Syekh Ibnu Ruslan dalam Nazam Zubad-nya:
فعالم بعلمه لم يعملن * معذب من قبل عبادالوثن
Orang yang tahu akan ilmu tetapi dia tidak melakukannya, maka dia
akan disiksa terlebih dahulu sebelum para penyembah berhala disiksa .
Na’udzubillah!
Kita
harus peka terhadap orang-orang sekitar, terhadap perilaku dan kesehariannya. Dan
hal inilah yang paling sulit, karena kita tidak dapat mengetahui karakter-karakter
orang yang jauh lebih tua dari kita.Kita hanya dapat bersosialisasi, berkomunikasi dengan anak-anak
seumuran kita dan,
walaupun ada yang senior, tidak terlalu jauh umurnya dari kita. Terus, bagaimana kita
bisa belajar bermasyarakat yang akan kita praktikkan ketika liburan, sedangkan kita
berada di pondok pesantren?
Dengan sebaik
mungkin kita berperilaku kepada teman, baik senior maupun junior, akan mengajari kita cukup banyak
tentang cara kita berbaur dengan masyarakat nanti.Begitu juga kepada para kiai dan pengurus
pondok pesantren.Dengan cara inilah kita dapat belajar cara bermasyarakat di
pondok pesantren.Kita akan dihadapkan pada momen yang mana kita harus belajar
lebih banyak bersabar pada teman senior dan junior kita, yaitu ketika menjadi
pengurus. Pada masa inilah kita akan menjumpai momen-monmen tidak mengenakkan, yaitu belajar
bersabar, disiplin dan yang lebih penting lagi yaitu menjaga sikap. Ketika masa
ini kita akan lebih banyak belajar bagaiman cara bermasyarakat.Ketika kita diangkat
menjadi pengurus, sebagian teman kita pasti ada yang tidak suka dan memusuhi
kita.Pada momen ini
juga, kita dapat memanfaatkan rasa ketidakkesukaan mereka itu untuk melatih
kita bagaimana sikap yang baik dan benar dalam menghadapi cobaan itu. Jadi, dengan
adanya cobaan-cobaan yang kita hadapi, baik di pondok pesantren, di rumah
ataupun di manapun juga, akan menjadikan kita lebih dewasadan menumbuhkan rasa sabar
dan disiplin dalam menghadapi semua itu, karena Allah pasti memberikan hikmah
di balik cobaan itu semua.
Sebenarnya di
pondok itu sama seperti hidup di lingkungan biasanya, karena kita bisa menjadi
orang baik dan bisa menjadi orang yang kurang baik.Semua itu tergantung pada kita,bagaimana kita
mencari teman yang sesuai dan layak untuk kita jadikan teman karib. Akan
tetapi itu semua semu.Artinya, ketika kita pulang nanti,kita bisa menjadi orang
yang sebaliknya.Tapi, pondok pesantren itu menjadi cerminan kita untuk bekal bermasyarakat
nanti.Maka dari itu, kita harus
bisa menjadi orang yang peka bak air yang bisa bertempat sesuai dengan bentuk yang ia tempati.Kita sepatutnya
seperti itu.
Tanggung jawab
seorang anak bersongkok hitam itu lebih besar daripada anak yang bertopi,
apalagi yang tak bertudung kepala sama sekali.Hal ini karena anak yang bersongkok
hitam itu dipandang bagaikan raja hutan yang harus menjaga hutannya dari
kejahatan manusia pemburu.Begitu pula santri akan dipandang oleh masyarakat untuk menjadi
pemimipin, ketika dia pulang dari pondok menuju tanah kelahirannya. Maka dari
itu, kita di pondok ini juga harus belajar ilmu-ilmu yang lain, agar kita siap
untuk menjadi pemimpin orang-orang di sekitar rumah kita yamg mayoritas tak
bersongkok.Dan itu sesuaidengan syair yang dilantunkan oleh seorang waliyullah yang tidak asing lagi di telinga
kita, Gus Abdurrohman Wahid yang akrab di panggil Gus Dur, yaitu:
Duh bolo konco prio wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gor pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro
Itulah secuil syair Gus Dur yang penuh sejuta tafsir dan makna.Dari syair itu kita dapat memahami bahwa
kita juga harus belajar tentang ilmu-ilmu yang lain, salah satunya adalah ilmu
bermasyarakat, agar kita tidak menyesal di kemudian hari dikarenakan hanya
belajar ilmu-ilmu syariat saja.Dan ilmu bermasyarakat itu bisa kita dapatkan di pondok pesantren
ini.[]
0 comments: