Oleh :
Guz. Ma’ruf Khozin
KH Khozin Yahya |
KH Khozin Yahya adalah putra pertama pasangan KH Yahya Syabrowi dan Nyai Hj. Mamnunah Bukhari. Beliau pula yang menjadi pengasuh kedua di PP Raudlatul Ulum 1 Ganjaran Gondanglegi Malang.
Ibu Nyai Sepuh, Nyai Mamnunah mengisahkan bahwa KH Khozin Yahya dilahirkan di Ganjaran, di Dalem KH Bukhari yang saat ini ditempati oleh KH Mujtaba Bukhari. Beliau lahir pada malam Kamis (jam 2) 16 Jumada Akhir 1358 H / 1939. KH Yahya Syabrowi memberi nama ‘Khozin’sebagai bentuk tafa'ulan (mengharap kebaikan) kepada guru beliau KH Khozin, pengasuh Pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo.
Ibu Nyai Sepuh juga mengisahkan bahwa kira-kira waktu KH Khozin berusia 2 tahun, KH Bukhari telah membelikan sebuah rumah dan tanah untuk KH Yahya yang terletak di dekat perempatan desa Ganjaran. Maka KH Yahya dan Nyai Mamnunah pindah ke rumah barunya, dan Nyai Sepuh berkata: "Waktu itu masih sangat serba sulit, belum punya sesuatu untuk dimakan", kenang beliau.
KH Khozin Yahya semasa kecil tumbuh sebagaimana anak kecil pada umumnya. Namun kisah dari orang-orang yang mengenal beliau sejak kecil, termasuk Ibu Nyai Sepuh Mamnunah, menilai bahwa KH Khozin Yahya adalah sosok pendiam, sabar, dan tidak bertingkah laku yang macam-macam.
Karakter semacam itulah yang terus melekat dalam diri beliau hingga dewasa dan menjadi pengasuh pesantren.
Semasa remaja, beliau dititipkan oleh KH Yahya Syabrowi di PP Darul Ulum Peterongan Jombang, di bawah asuhan KH Ramli Tamim, Mursyid Thariqah Naqsyabandiyah terkenal masa itu. Di pesantren ini beliau 'nyantri' bersama paman-paman beliau antara lain KH Ismail Bukhari, KH Qasim Bukhari, KH Mujtaba Bukhari, juga adik ipar beliau, KH Mursyid Alifi. Saat menjadi santri di Peterongan ini beliau memiliki beberapa sahabat yang kemudian kelak menjadi tokoh besar, di antaranya adalah KH Wahid Zaini, Pengasuh kedua PP Nurul Jadid, Paiton Probolinggo.
Setelah tamat dari Darul Ulum Jombang, beliau bertabaruk menjadi santri di Lasem, Rembang. di Pesantren ini beliau secara khusus mengaji bacaan al-Quran kepada KH Baidlowi.
Ketika di Peterongan membuka Universitas Darul Ulum (UNDAR), beliau kembali ke Peterongan dan berkuliah mengikuti program sarjana muda (Bachelor Art), namun belum genap 1 ujian semester beliau telah berhenti dengan alasan: "Waktu itu di tempat kuliah, saya ditempatkan duduk bersama wanita. Padahal sejak kecil, saya dididik agar tidak bercampur dengan wanita yang bukan mahram", terang KH Khozin kepada Istrinya, Nyai Hj. Maftuhah Fadli.
Nyai Hj. Maftuhah adalah kerabat KH Yahya Syabrowi. Kakek Nyai Hj Maftuhah, KH Syihabuddin, adalah saudara sepupu KH Yahya Syabrawi. Pada awalnya Nyai Maftuhah menjadi santri di Ganjaran, kemudian dibiayai oleh KH Yahya Syabrowi untuk melanjutkan pendidikan di Pesantren Darul Ulum Jombang sejak tahun 1965. Namun pada tahun 1968, tiba-tiba Nyai Maftuhah dijemput oleh ibunya, Nyai Qomariyah, dan diberitahu bahwa ia telah dilamar oleh KH Khozin Yahya dan akan segera menikah. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai 5 orang putra, yaitu Abdul Hamid, Nasihuddin, Habibah, Ma'ruf dan Ghazali.
Sejak sebelum menikah KH Khozin Yahya memang telah aktif membantu KH Yahya Syabrowi baik di pesantren RU 1 maupun di sekolah Raudlatul Ulum. Di pesantren RU KH Khozin lebih banyak mengajar al-Quran, sebab pengajaran kitab Salaf telah diasuh langsung oleh KH Yahya Syabrowi, hampir setiap waktu selesai Shalat.
Suatu saat ada kerabat Nyai Mamnunah dari Putukrejo, yaitu Nyai Salha, bertanya kepada KH Yahya: "Mengapa Bindereh Khozin yang menjadi anak tertua dan calon pengganti, kok rumahnya ada di belakang. Sementara yang di depan justru rumah adik-adiknya? Bukankah nanti rezekinya akan terhalang oleh adik-adiknya?". KH Yahya menjawab: "Bukan begitu. Saya meletakkan rumahnya Khozin di belakang, supaya dekat dengan pesantren putri, sebab saya berencana membangun pesantren putri".
Pada tahun 1987, pendiri PPRU 1 KH Yahya Syabrowi wafat. Sebelum Janazah diberangkatkan ke maqbarah, Sayid Alwi al-Idrus, mengumumkan kepada para hadirin bahwa penerus di PPRU 1 adalah KH Khozin Yahya.
Sejak saat itu, KH Khozin Yahya menghabiskan waktunya di PPRU 1. Beberapa kegiatan mengajarnya di sekolah Raudlatul Ulum mulai dikurangi. Di Pesantren beliau meneruskan wadzifah KH Yahya Syabrawi baik terkait salat berjamaah, mengaji kitab, memperluas bangunan pesantren putri dan sebagainya, yang waktu itu dibantu oleh adik iparnya KH Mursyid Alifi.
KH Khozin Yahya mulai merintis beberapa amaliyah setelah salat, diantaranya adalah membaca beberapa surat setelah berjamaah, seperti Surat Yasin, surat ar-Rahman, al-Waqiah, al-Mulk dan sebagainya, hal ini diawali kesenangan beliau membaca al-Quran sejak muda, baik sebelum salat maupun setelahnya.
Setiap salat Subuh malam Jumat beliau selalu membaca Surat yang di dalamnya ada ayat Sajdah-nya, beliau membacanya secara bin nadzar, dengan memegang mushaf kecil.
Di awal tahun 90-an KH Khozin Yahya mengawali pembangunan Aula Pesantren putri. Beliau berkeliling dalam mencari dana dan sumbangan, tanpa membentuk kepanitiaan, yang ada hanya pekerja bangunan. Dan akhirnya Aula pesantren putri pun berdiri megah hingga saat ini.
Ketika KH Khozin Yahya merasa makin merosotnya ilmu Agama, maka beliau mendirikan Madrasah Diniyah Raudlatul Ulum di internal pesantren yang juga diikuti beberapa santri dari pesantren lain di Ganjaran. Madrasah Diniyah tersebut juga didirikan di RU 1 putri, dengan menggunakan sistem kelas 4 tahun dengan materi pelajaran khusus agama.
Kini Madrasah Diniyah telah mengalami perkembangan pesat yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Suatu hari, KH Muhsin yang kala itu menjadi pimpinan Yayasan Raudlatul Ulum, mendatangi rumah KH Khozin Yahya dan menyerahkan beberapa berkas, seraya berkata: "Sekarang saya serahkan masalah wakaf RU ini kepada kamu, mumpung saya belum mati, sebagaimana Abah-mu (KH Yahya Syabrowi) menyerahkan kepada saya. Sebab dulu orang-orang berwakaf kepada Kyai Yahya". Tetapi ternyata KH Khozin Yahya menolak, sebab beliau hanya ingin mengasuh di PPRU 1.
Dengan demikian KH Khozin Yahya hanya mengabdikan sepenuh hidupnya di PPRU I sebagai "Penjaga" selama 13 tahun, yang sesuai dengan arti nama 'Khozin'.
Benar kiranya pepatah Arab yang dikutip oleh al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya Husnul Maqshid fi Amalil Maulid, bahwa:
لِلإِنْسَانِ نَصِيْبٌ مِنِ اسْمِهِ
"Manusia memiliki bagian dari makna namanya sendiri"
Pada malam Senin, lewat tengah malam, tanggal 27 Ramadlan 1420, atau 2 Januari 2000, KH Khozin Yahya wafat setelah mengalami beberapa penyakit komplikasi. Beliau dimakamkan di area selatan Masjid Ganjaran, berdekatan dengan Ayahandanya KH Yahya Syabrowi dan Kakeknya KH Bukhari. Semoga Allah menerima semua amal ibadah dan perjuangannya, serta semoga Allah mengampuni segala kesalahan dan dosanya. Amin.
Haul KH. Khozin Yahya : Setiap 27 Ramadhan
0 comments: